Bumi Ageung Cikidang: Jejak Sejarah Kabupaten Cianjur yang Berusia 347 Tahun

Jabar Tourism
2 minute read
0

Bumi Ageung Cikidang (sumber : Google Maps/Raynardthan Pontoh) 

Pada 12 Juli 2024 yang lalu, Kabupaten Cianjur genap berusia 347 tahun. Dalam perjalanannya yang panjang, Bumi Ageung Cikidang menjadi salah satu bagian penting sejarah daerah ini. Bangunan bersejarah tersebut masih berdiri kokoh di tengah hiruk-pikuk kota dan dikelilingi deretan pertokoan. Nuansa masa lalu yang terpancar dari bangunan ini tetap terjaga hingga kini, memberikan atmosfer yang membawa pengunjung kembali ke masa silam.


Dibangun pada tahun 1886 oleh Bupati Cianjur ke-10, Raden Adipati Aria Prawiradiredja II, Bumi Ageung bukan sekadar peninggalan sejarah. Tempat ini menjadi saksi bisu perjuangan bangsa, khususnya pada masa kemerdekaan. Antara tahun 1943 hingga 1945, Bumi Ageung digunakan untuk merumuskan pembentukan tentara Pembela Tanah Air (PETA) yang dipelopori oleh Gatot Mangkoepradja.


Peninggalan Sejarah yang Masih Berdiri Kokoh

Interior di Bumi Ageung Cikidang (sumber : Google Maps/Waskitho Wee)

Raden Pepet Djohar (78), cicit dari R.A.A. Prawiradiredja II, menceritakan bahwa Bumi Ageung sempat menjadi sasaran bombardir pasukan Belanda. Namun, hanya bagian belakang bangunan yang terkena kerusakan, sementara bagian lainnya tetap utuh. Ketika mengunjungi rumah ini, pengunjung dapat melihat koleksi peninggalan berupa foto-foto, perabotan antik, alat musik, dan barang-barang lainnya yang merepresentasikan kehidupan masyarakat Cianjur di masa lalu.


Awalnya, bangunan ini dirancang sebagai tempat singgah untuk beristirahat. Namun, karena lokasinya berdekatan dengan Pendopo Bupati, Bumi Ageung juga sering digunakan untuk menerima tamu penting dan merumuskan kebijakan strategis selama masa jabatan R.A.A. Prawiradiredja II, yang berlangsung selama 48 tahun (1862–1910). Salah satu tamu istimewa yang pernah berkunjung adalah Franz Ferdinand, putra mahkota Austria-Hongaria, yang singgah pada April 1893. Dalam kunjungannya, Franz bahkan menghadiahi R.A.A. Prawiradiredja II sebuah lemari antik, yang hingga kini masih terawat dengan baik.


Bumi Ageung juga mengalami berbagai gangguan selama masa penjajahan Belanda dan Jepang. Banyak barang-barang di dalamnya yang dijarah oleh tentara maupun penduduk lokal. Menurut Pepet, barang-barang yang tersisa saat ini adalah yang berhasil diselamatkan.


Setelah wafatnya R.A.A. Prawiradiredja II pada tahun 1910, rumah ini diwariskan kepada putrinya, Raden Ayu Tjitjih Wiarsih. Dikenal sebagai Juag Tjitjih, ia adalah tokoh perempuan pejuang dari Cianjur yang turut berperan dalam perumusan PETA. Namun, karena keterlibatannya dalam perlawanan, ia menjadi target penjajah dan terpaksa mengungsi ke Kuningan, meninggalkan rumahnya.


Cagar Budaya Nasional

Ruangan di Bumi Ageung Cikidang (sumber : Google Maps/Waskitho Wee)

Seiring berjalannya waktu, Bumi Ageung tetap mempertahankan bentuk aslinya meskipun pernah direnovasi pada bagian yang rusak akibat serangan mortir penjajah. Pilar-pilar besar di teras depan rumah ini juga pernah dihancurkan oleh tentara Belanda untuk memberi jalan bagi kendaraan panser.


Pada tahun 2010, Bumi Ageung Cikidang resmi ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya Nasional oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Bangunan yang menggunakan bahan utama kayu rasamala ini tetap kokoh berdiri hingga kini. Bersama keponakannya, Rachmat Fajar, Raden Pepet Djohar menjaga dan merawat rumah bersejarah ini agar tetap lestari.


“Pintu Bumi Ageung selalu terbuka bagi siapa saja yang ingin berkunjung,” ujar Pepet menutup ceritanya. Bangunan ini tidak hanya menjadi tempat wisata sejarah, tetapi juga simbol kebanggaan masyarakat Cianjur akan warisan leluhur mereka.




Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)
April 23, 2025