Dogdog jeung Bebegig: Kesenian Unik Khas Kuningan yang Jadi Simbol Gotong Royong Warga Ciniru

Jabar Tourism
0

Pemain Dogig Kuningan (sumber : pinterest)

Di tengah derasnya kemajuan zaman dan gempuran teknologi digital, tak sedikit kesenian tradisional yang perlahan mulai tenggelam di balik gemerlap budaya modern. Namun, di sebuah desa kecil di Kabupaten Kuningan, ada satu tradisi yang masih berdiri tegak, menolak hilang ditelan waktu. Namanya Dogdog jeung Bebegig—atau yang lebih akrab disebut Dogig. Sebuah seni pertunjukan yang bukan hanya unik, tapi juga sarat makna kebersamaan dan semangat gotong royong warga Desa Ciniru.


Terletak di Kecamatan Ciniru, Kabupaten Kuningan, Desa ini menjadi satu-satunya tempat di mana seni Dogig masih lestari hingga kini. Dogig bukan sekadar hiburan rakyat, melainkan simbol kehidupan masyarakat agraris yang hidup selaras dengan alam. Ia adalah warisan budaya yang lahir dari sawah, tumbuh dari tradisi bertani, dan kini berkembang menjadi daya tarik wisata budaya yang tak ternilai.


Dari Sawah Menjadi Pertunjukan: Asal Usul Dogig

Kisah Dogig berawal dari kehidupan para petani Ciniru di masa lampau. Dahulu, masyarakat menggunakan bebegig, orang-orangan sawah yang terbuat dari bambu dan ijuk, untuk menakuti hama seperti burung dan tikus. Namun ketika hama seperti babi hutan mulai mengancam ladang, beberapa petani mencoba cara baru—mereka menjadi bebegig itu sendiri. Tubuh dibalut ijuk, wajah ditutup topeng, dan mereka bergerak di antara padi untuk menghalau hewan-hewan pengganggu tanpa harus menyakitinya.


Ide sederhana ini tak hanya efektif, tapi juga memunculkan bentuk seni baru. Saat peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia tahun 1946, Kepala Desa Ciniru saat itu, Abah Kertadipura, mengusulkan agar bebegig manusia ini ikut dalam pawai kemerdekaan. Agar suasana lebih semarak, ditambahkan iringan musik réog dengan alat tabuh khas Sunda, dogdog. Dari sinilah lahir nama Dogig, kependekan dari dogdog jeung bebegig—yang berarti “dogdog dan orang-orangan.”


Perpaduan Unik Antara Musik dan Gerak

Pertunjukan Dogig menampilkan perpaduan dua unsur budaya yang kuat. Di satu sisi ada dogdog, alat musik pukul berkulit yang menghasilkan ritme dinamis dan penuh energi. Di sisi lain, bebegig hadir dengan kostum ijuk, topeng beragam karakter—mulai dari kepala binatang hingga raksasa—serta gerakan yang menggambarkan semangat dan keberanian petani menghadapi tantangan.


Ketika musik dogdog bertalu-talu, para pemain Dogig bergerak lincah meniru gerak orang-orangan sawah yang hidup. Adegan ini menciptakan tontonan yang tak hanya menarik mata, tetapi juga menyentuh rasa bangga terhadap kearifan lokal. Setiap hentakan ritme dan setiap langkah para pemainnya seperti bercerita tentang kehidupan sederhana yang dipenuhi kerja keras dan kebersamaan.


Bangkit Kembali dari Tidur Panjang

Popularitas Dogig sempat meredup di era modernisasi. Namun pada tahun 2008, seorang tokoh masyarakat bernama Din Syamsudin berinisiatif menghidupkan kembali seni tradisi ini. Usahanya tak sia-sia. Kini, Dogig kembali menjadi kebanggaan masyarakat Ciniru, bahkan sering diundang tampil di berbagai daerah di luar Kuningan.


Di bawah kepemimpinan Pipin Rusmadi, yang juga menjabat sebagai Raksa Bumi (Kaur Kesra) Desa Ciniru, kelompok seni Dogig terus berkreasi dan beradaptasi tanpa kehilangan nilai tradisionalnya. Setiap penampilan Dogig menjadi bukti bahwa budaya lokal masih mampu bertahan dan berkembang jika dijaga dengan cinta dan rasa memiliki.


Dogig sebagai Daya Tarik Wisata Budaya Kuningan

Bagi wisatawan yang mencari pengalaman berbeda di Kuningan, menyaksikan pertunjukan Dogdog jeung Bebegig bisa menjadi pilihan menarik. Selain menawarkan hiburan khas pedesaan, Dogig juga menghadirkan nilai edukatif tentang kehidupan agraris dan filosofi masyarakat Sunda yang menjunjung tinggi gotong royong serta keseimbangan dengan alam.


Pemerintah daerah bersama pelaku seni setempat kini tengah berupaya menjadikan Dogig sebagai ikon budaya Kuningan, sejajar dengan Bebegig Sukamantri yang menjadi kebanggaan Kabupaten Ciamis. Dengan promosi yang tepat, Dogig berpotensi menjadi daya tarik wisata unggulan yang menggabungkan unsur seni, tradisi, dan kearifan lokal dalam satu kemasan pertunjukan yang memikat.


Menjaga Warisan, Meneruskan Nilai

Dogig bukan sekadar seni pertunjukan. Ia adalah cerminan jati diri masyarakat Ciniru—tentang kerja keras, kebersamaan, dan cinta terhadap alam. Setiap irama dogdog dan gerakan bebegig menyampaikan pesan bahwa tradisi bukan untuk dilupakan, melainkan dijaga dan diwariskan.


Melestarikan Dogig berarti menjaga denyut nadi kebudayaan Kuningan. Karena di balik setiap tabuhan dan topengnya, tersimpan kisah tentang manusia yang hidup selaras dengan tanah tempat ia berpijak. Dan di sanalah, makna sejati dari wisata budaya: perjalanan yang bukan hanya melihat keindahan, tapi juga menyelami jiwa sebuah daerah.

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)