Mengenal Upacara Ngamandian Ucing, Warisan Budaya Kampung Nyenang Bandung Barat

Jabar Tourism
2 minute read
0

Prosesi Upacara Ngamandian Ucing (sumber : youtube.com/Sea Todays News)

Ritual Ngamandian Ucing adalah salah satu tradisi khas masyarakat Kampung Nyenang, Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat. Ritual ini telah diwariskan secara turun-temurun sebagai sebuah ritus buhun yang sarat makna budaya dan spiritual. Penggagasnya, Nyimas Kubang Karancang, merupakan leluhur masyarakat Kampung Nyenang yang diyakini sebagai keturunan Prabu Siliwangi. Nama "Nyenang" sendiri berasal dari ekspresi kebahagiaan Nyimas Kubang Karancang terhadap keindahan kampung ini.


Menurut cerita masyarakat yang diwariskan secara lisan, Nyimas Kubang Karancang merasa tenang dan bahagia setelah berenang di Sungai Leuwipanjang, sebuah pengalaman yang melahirkan nama "Nyenang." Dokumentasi ritual ini telah ada sejak masa revolusi kemerdekaan, khususnya di bawah kepemimpinan Lurah Jayadinata antara tahun 1945 hingga 1947. Hingga kini, pemerintah desa dan masyarakat Kampung Nyenang tetap melestarikan ritual ini.


Artefak dan Filosofi Ritual

Keberadaan Ngamandian Ucing diabadikan melalui berbagai artefak, seperti situs budaya Muara Bojong, Batu Tumpang (yang sedang dalam proses pengajuan sebagai cagar budaya), Walungan Leuwipanjang, Pancoran Cai, dan Keramat Nyimas Kubang Karancang. Artefak-artefak ini sering disebut dalam puisi-puisi yang menggambarkan lokasi tempat pemandian sang leluhur.


Kendati tidak ada catatan tertulis mengenai asal usul ritual ini, masyarakat tetap memercayai bahwa ritual tersebut merupakan amanat leluhur yang harus dijaga. Penggunaan kucing sebagai bagian dari ritual tidak lepas dari nilai-nilai simbolis. Dalam budaya Mesir kuno, kucing dianggap hewan suci yang dapat menghalau roh jahat. Di Indonesia, kucing diyakini dibawa oleh para pelaut yang berdagang sejak zaman dahulu. Dalam budaya Sunda, simbol kucing kerap muncul, seperti dalam pantun buhun Sunda "Panggung Karaton."


Secara filosofis, ritual ini mengandung makna simbolis yang dalam. Tanduk kucing melambangkan dunia manusia yang kecil dan kompleks, sementara tanduk kuda melambangkan dunia atas yang tunggal sebagai tempat bersemayamnya Sang Maha Pencipta. Dalam konteks ini, Ngamandian Ucing bukan sekadar memandikan kucing, melainkan sebuah prosesi doa bersama untuk memohon berkah kepada Tuhan Yang Maha Esa.


Ritual Ngamandian Ucing terdiri atas tiga tahapan: persiapan, pelaksanaan, dan penutupan. Pada tahap persiapan, masyarakat bersama-sama menyiapkan perlengkapan ritual, seperti tumpeng dan bahan-bahan lainnya. Pelaksanaannya dilakukan dengan penuh khidmat, mencerminkan kepercayaan masyarakat terhadap roh leluhur yang diyakini selalu mendampingi aktivitas manusia. Sebagai penutup, ritual ini diakhiri dengan kebersamaan masyarakat yang menikmati hidangan tumpeng sebagai simbol gotong royong.


Makna Transendental dan Nilai Sosial

Ritual ini mengandung dimensi mistis yang merepresentasikan komunikasi transendental antara manusia dengan Sang Maha Pencipta. Dalam tradisi Sunda, ekspresi budaya sering diungkapkan melalui simbol-simbol, seperti yang tercermin dalam ritual ini. Dimensi ontologis dari ritual ini juga menunjukkan hubungan harmoni antara manusia, leluhur, dan alam semesta.


Dari segi fungsi sosial, Ngamandian Ucing meneguhkan nilai-nilai gotong royong di masyarakat Kampung Nyenang. Tradisi ini menjadi momen kebersamaan, di mana masyarakat berkumpul untuk saling berbagi dan menghormati amanat leluhur. Selain itu, ritual ini juga memiliki nilai edukasi, mengajarkan generasi muda untuk menghormati jasa para leluhur dan menjaga tradisi sebagai bagian dari identitas budaya.

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)
April 27, 2025