![]() |
Festival Budaya Kampung Lebak 2025 (sumber: Facebook/@Nagari Galuh) |
Matahari mulai condong ke barat, menebarkan sinarnya yang hangat di Kampung Lebak, Ciamis. Di tengah hiruk-pikuk festival, aroma kuliner khas menyeruak di udara, berpadu dengan suara gamelan yang mengalun syahdu. Sorak sorai pengunjung menggema saat atraksi barongsai mulai beraksi, melompat lincah di atas tiang, membuat jantung berdegup kencang.
Festival Budaya Kampung Lebak kembali hadir dengan kemegahan yang lebih besar di tahun 2025. Bukan sekadar perayaan tahunan, festival ini adalah wujud nyata bagaimana keberagaman bukanlah sekadar slogan, melainkan telah menjadi nafas dalam kehidupan masyarakat. Di sini, masjid berdiri bersisian dengan Gereja Katolik Santo Yohanes dan Kelenteng Hospeksi—tiga tempat ibadah yang telah lama hidup berdampingan dalam harmoni.
Muharram Ajajuli, Kepala Bidang Kebudayaan Dispora Ciamis, yang hadir mewakili Penjabat (Pj), menegaskan bahwa festival ini adalah bukti kuatnya nilai toleransi di Kampung Lebak.
"Kampung ini adalah contoh bahwa perbedaan justru menjadi kekuatan. Kita bisa melihat sendiri bagaimana masyarakat hidup rukun dalam keberagaman, dan festival ini adalah salah satu cara merayakan itu," ujar Muharram, Minggu (02/02/2025).
Panggung Budaya yang Menghidupkan Tradisi
Di sudut panggung utama, para penari dengan busana berwarna-warni melenggok anggun mengikuti irama musik tradisional. Gerakan mereka bercerita, membawa penonton ke masa lalu, ke kisah-kisah yang diwariskan dari generasi ke generasi. Di sisi lain, teater rakyat menyuguhkan cerita yang tak hanya menghibur, tetapi juga menyisipkan kearifan lokal yang mulai jarang ditemui di tengah kehidupan modern.
Tak hanya pertunjukan seni, festival ini juga menjadi surga bagi pencinta kuliner. Lontong kari khas Ciamis, gurihnya opak, hingga dodol yang manis legit, semua tersaji menggoda selera. Satu per satu pengunjung mengantre di stan makanan, menikmati cita rasa autentik yang semakin memperkaya pengalaman festival.
Namun, di balik kemeriahan ini, ada pesan yang ingin disampaikan: budaya harus dijaga, diwariskan, dan terus berkembang.
Menjawab Tantangan Zaman
Seiring berjalannya waktu, budaya lokal menghadapi tantangan besar. Di era digital ini, anak muda lebih akrab dengan tren global dibanding seni dan tradisi daerah mereka sendiri.
"Kita harus mencari cara kreatif agar budaya tetap hidup di hati generasi muda. Mungkin dengan mengemas pertunjukan tradisional dalam konsep yang lebih modern, atau memanfaatkan media digital untuk memperkenalkannya dengan cara yang lebih menarik," kata Muharram.
Festival ini pun diharapkan menjadi jembatan, menghubungkan generasi lama dan baru dalam satu panggung budaya. Bukan hanya sekadar tontonan, tetapi juga ruang belajar, ruang untuk menemukan kembali identitas yang mungkin perlahan terlupakan.
Dampak Ekonomi: Dari Seni ke Rupiah
Di balik kemeriahan festival, ada denyut ekonomi yang ikut bergerak. Para pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) memanfaatkan kesempatan ini untuk memperkenalkan produk mereka, mulai dari kuliner khas hingga kerajinan tangan tradisional.
Wisatawan yang datang tak hanya sekadar menikmati pertunjukan, tetapi juga berbelanja, membawa pulang suvenir khas Kampung Lebak. Bagi masyarakat setempat, festival ini lebih dari sekadar perayaan—ini adalah peluang emas untuk meningkatkan taraf hidup.
Mimpi yang Lebih Besar
Muharram berharap Festival Budaya Kampung Lebak bisa terus berkembang, menjadi agenda tahunan yang semakin besar dan dikenal luas, tak hanya di tingkat nasional, tetapi juga internasional.
"Kita ingin festival ini menjadi ikon budaya, menarik wisatawan dari berbagai daerah bahkan mancanegara. Ini adalah peluang besar untuk memperkenalkan Ciamis sebagai destinasi budaya yang kaya dan unik," katanya penuh semangat.
Untuk mencapai itu, dukungan dari berbagai pihak dibutuhkan. Muharram mengajak sektor swasta dan investor untuk ikut berkontribusi dalam pengembangan festival ini, agar bisa terus tumbuh dan memberikan manfaat yang lebih luas.
Namun, tantangan ke depan tetap ada. Bagaimana festival ini bisa terus berinovasi agar tetap relevan di tengah perubahan zaman? Bagaimana budaya bisa tetap hidup di era digital?
"Kita tidak boleh berhenti berinovasi. Festival ini bukan sekadar rutinitas tahunan, tetapi harus terus berkembang. Budaya kita harus tetap hidup, bukan hanya dalam ingatan, tetapi dalam kehidupan sehari-hari," tegasnya.
Melestarikan Budaya, Merajut Masa Depan
Satu hal yang sering terlupakan dalam pelestarian budaya adalah dokumentasi. Muharram menyoroti pentingnya mengabadikan tradisi dalam bentuk tulisan, video, dan media digital lainnya, agar warisan leluhur ini tidak hilang ditelan waktu.
"Kita harus serius dalam mendokumentasikan budaya kita. Ini bukan hanya tugas akademisi atau pemerintah, tetapi tanggung jawab kita semua. Agar generasi mendatang tetap bisa mengenal dan menghargai warisan yang kita miliki," pungkasnya.
Senja mulai turun di Kampung Lebak. Lampion warna-warni mulai menyala, menambah kehangatan di tengah festival. Di sudut jalan, seorang anak kecil menari mengikuti irama gamelan, matanya berbinar, seolah tersihir oleh pesona budaya yang baru ia temui.
Festival Budaya Kampung Lebak bukan hanya perayaan, tetapi juga warisan. Dan selama semangat ini terus menyala, budaya akan selalu hidup, menembus batas waktu, menyatukan generasi dalam satu harmoni