![]() |
Situs Bumi Alit Kabuyutan (sumber: J. Heryadi) |
Di perbatasan Desa Lebakwangi dan Batukarut, Kabupaten Bandung, berdiri sebuah situs bersejarah yang menyimpan jejak peradaban masa lalu, yakni Bumi Alit Kabuyutan. Terletak sekitar 11 kilometer di sebelah timur Soreang, situs ini bukan sekadar peninggalan fisik, tetapi juga simbol kearifan lokal dan nilai-nilai spiritual masyarakat Sunda.
Lanskap dan Keunikan Situs
Bumi Alit Kabuyutan menempati lahan seluas kurang lebih 1.662 meter persegi yang dihiasi oleh pepohonan besar seperti beringin dan kiara, serta berbagai tanaman obat yang telah berusia ratusan tahun. Keberadaan flora ini memperkuat kesan sakral situs, mencerminkan keharmonisan antara manusia dan alam yang menjadi filosofi hidup masyarakat Sunda.
Sejarah dan Arsitektur Tradisional
Merujuk pada catatan sejarah, Bumi Alit Kabuyutan merupakan peninggalan berbentuk rumah adat Sunda yang diwariskan turun-temurun. Rumah ini memiliki ciri khas bangunan panggung berukuran 5 x 6 meter persegi, menghadap ke utara, serta didominasi oleh material bambu, kayu, dan atap injuk. Di bagian depan terdapat tiga anak tangga, sementara di dalamnya terdapat tiga ruangan utama, yakni:
Panjuaran – Kamar khusus untuk menyimpan benda pusaka seperti keris, kujang, gobang, dan tombak.
Pangcalikan – Ruang tengah yang digunakan untuk pertemuan atau peristirahatan.
Pawon – Dapur tempat memasak dan menyiapkan kebutuhan ritual.
Menurut kisah turun-temurun, bangunan ini didirikan oleh Embah Panggung Jayadikusumah, salah satu leluhur dari Kerajaan Galuh, bersama empat orang kepercayaannya.
Bale Panglawungan: Pusat Musyawarah dan Tradisi
Selain rumah adat, di kawasan ini juga terdapat Bale Panglawungan, sebuah pendopo seluas 10 x 10 meter yang dibangun pada tahun 2010 dengan dukungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Fungsi utama bangunan ini adalah sebagai tempat berkumpul dan bermusyawarah bagi lembaga adat setempat. Selain itu, area di sekitar bale juga digunakan untuk upacara pencucian pusaka, termasuk ritual pembersihan Gamelan Embah Bandong yang dianggap memiliki nilai spiritual.
Pelestarian yang Terancam
Meskipun telah ditetapkan sebagai cagar budaya sejak tahun 1993, eksistensi Bumi Alit Kabuyutan masih belum banyak dikenal oleh masyarakat luas. Seiring berjalannya waktu, area situs mengalami penyusutan akibat pembangunan permukiman di sekitarnya. Untuk mengatasi hal tersebut, masyarakat setempat akhirnya memutuskan untuk memagari situs secara permanen, demi menjaga kelestariannya agar tidak semakin tergerus perkembangan zaman.
Makna dan Warisan Budaya
Lebih dari sekadar rumah adat, Bumi Alit Kabuyutan adalah simbol kejayaan leluhur dan warisan budaya yang harus dijaga. Meskipun tidak dihuni dan tidak sembarang orang dapat memasukinya, tempat ini tetap menjadi pusat spiritual dan sumber inspirasi bagi generasi mendatang. Keberadaannya mengingatkan kita akan pentingnya merawat tradisi dan menghormati jejak sejarah sebagai bagian dari identitas bangsa.
Dengan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya, Bumi Alit Kabuyutan bukan hanya menjadi saksi perjalanan sejarah, tetapi juga cerminan harmoni antara manusia, budaya, dan alam yang terus dijaga hingga kini.