![]() |
Wajit Cililin Hj Romlah (sumber : twitter/@pariwisata_bdg) |
Siapa yang tak kenal dengan Wajit Cililin? Penganan manis berbahan dasar beras ketan ini telah menjadi legenda di tengah masyarakat hingga kini. Keunikan dan cita rasanya yang khas membuatnya tetap eksis, bahkan menjadi ikon kuliner khas Cililin, Kabupaten Bandung Barat.
Sejarah panjang Wajit Cililin bermula dari tahun 1916 ketika Juwita dan Uti pertama kali meracik penganan ini. Awalnya, masyarakat kebingungan memberi nama kudapan tersebut. Namun, karena mirip dengan wajik, camilan khas Jawa, seiring waktu terjadi pergeseran bahasa dari "wajik" menjadi "wajit," sesuai dengan dialek khas Sunda yang cenderung mengganti huruf "k" dengan "t."
Kemunculan wajit sendiri berawal dari melimpahnya bahan baku, terutama beras ketan, yang kala itu kurang dimanfaatkan. Awalnya, wajit hanya dibuat untuk konsumsi pribadi. Namun, kelezatan penganan ini menarik perhatian warga sekitar, sehingga banyak yang penasaran dan datang langsung ke rumah Juwita dan Uti untuk mencicipinya. Dari sinilah, wajit mulai menjadi bagian dari kebiasaan masyarakat, terutama sebagai teman minum teh pahit di pagi atau sore hari.
![]() |
Plang Lokasi Wajit Hj Siti Romlah (sumber : pinterest) |
Tahun 1936, setelah Juwita dan Uti wafat, usaha pembuatan wajit dilanjutkan oleh putrinya, Hj. Siti Romlah (atau yang akrab disapa Irah). Ia menentang kebijakan kolonial yang melarang pribumi menikmati wajit. Menurutnya, jika bahan berasal dari tanah sendiri dan diproduksi oleh rakyat sendiri, mengapa tidak boleh dikonsumsi oleh pribumi? Berkat keberaniannya, wajit akhirnya bisa diperjualbelikan secara bebas.
Meskipun mendapat tekanan dari pihak kolonial, produksi wajit terus berlanjut dan berkembang. Pada awalnya, penjualan dilakukan secara tradisional dengan cara dijajakan di sekitar Bandung. Lambat laun, usaha Siti Romlah semakin berkembang, hingga ia mampu menunaikan ibadah haji pada tahun 1950-an. Sepulang dari Tanah Suci, ia mengubah nama wajit buatannya menjadi "Wajit Hj. Siti Romlah," yang kemudian semakin dikenal luas sebagai simbol khas Cililin.
Proses Pembuatan yang Masih Tradisional
![]() |
Proses Pembuatan Wajit Cililin (sumber: pinterest) |
Hingga kini, produksi Wajit Hj. Siti Romlah masih mempertahankan metode tradisional. Bahan dasarnya terdiri dari beras ketan pilihan, gula merah berkualitas tinggi, dan kelapa yang tidak terlalu tua maupun terlalu muda, sehingga menghasilkan tekstur dan cita rasa yang khas.
Proses pembuatan wajit memakan waktu sekitar satu hari, dimulai dari perendaman beras ketan, pemarutan kelapa secara tradisional untuk mempertahankan sari alaminya, hingga pemasakan dengan bahan bakar arang batok kelapa yang menghasilkan aroma khas. Memasaknya pun memerlukan waktu sekitar empat hingga lima jam sebelum akhirnya dibungkus menggunakan daun jagung kering. Pemilihan daun jagung sebagai pembungkus bukan tanpa alasan—teksturnya yang bergerigi membantu menjaga daya tahan wajit lebih lama, bahkan bisa bertahan hingga tiga minggu jika diangin-anginkan, atau lebih dari sebulan jika disimpan dalam kulkas.
Warisan Kuliner yang Terus Dijaga
Keunikan Wajit Hj. Siti Romlah tidak hanya terletak pada rasanya yang manis legit, tetapi juga pada teksturnya yang unik—luarnya kering, sementara dalamnya lembut dan legit. Penganan ini masih diproduksi secara turun-temurun, memastikan rasa dan kualitasnya tetap terjaga.
Kini, Wajit Cililin tidak dijual di sembarang tempat. Jika ingin menikmatinya, pengunjung harus datang langsung ke toko di Jalan Raya Radio No. 1 Cililin atau memesan secara online. Dengan harga terjangkau, yakni Rp15 ribu per setengah kilogram, wajit tetap menjadi oleh-oleh favorit bagi wisatawan yang berkunjung ke daerah ini.
Berkat usaha dan dedikasi Hj. Siti Romlah, Wajit Cililin bukan sekadar penganan biasa, tetapi telah menjadi identitas budaya yang melekat pada Cililin. Bahkan, keunikan dan keberhasilannya dalam mengembangkan industri wajit mendapat apresiasi dalam bentuk penghargaan Upakarti dari Kementerian Perindustrian serta penghargaan dari BandungTV pada tahun 2006.
Sejarah panjang wajit membuktikan bahwa kuliner bukan sekadar makanan, tetapi juga simbol perjuangan, identitas budaya, serta kebanggaan daerah. Selama ada generasi yang terus melestarikannya, Wajit Cililin akan tetap menjadi kebanggaan kuliner khas Jawa Barat yang tak lekang oleh waktu.