Mengenal Warisan Kesenian Surak Ibra (Boboyongan) dari Garut yang Sarat Akan Makna

Jabar Tourism
2 minute read
0

Kesenian Surak Ibra atau Boboyongan (sumber : twitter/@atourin)

Surak Ibra, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Boboyongan, adalah seni tradisional khas Garut yang lahir dari tangan kreatif Raden Djajadiwangsa. Ia merupakan putra dari Raden Wangsa Muhammad, atau yang lebih dikenal dengan nama Pangeran Papak. Kesenian ini pertama kali diciptakan pada tahun 1910 di Kampung Sindangsari, Desa Cinunuk, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut.


Surak Ibra bukan sekadar seni pertunjukan, melainkan sebuah simbol perlawanan terhadap ketidakadilan pemerintahan kolonial Belanda yang saat itu berkuasa. Dengan gerakan yang dinamis dan koreografi penuh makna, Surak Ibra menjadi bentuk sindiran terhadap kesewenang-wenangan penjajah, khususnya di wilayah Desa Cinunuk dan Kabupaten Garut pada umumnya.


Filosofi di Balik Gerakan Surak Ibra

Seni ini mengandung pesan mendalam mengenai semangat persatuan dan kebersamaan. Melalui pertunjukannya, masyarakat diajak untuk memahami pentingnya gotong royong dalam membangun pemerintahan yang adil dan mandiri. Setiap gerakan dalam Surak Ibra mencerminkan perjuangan rakyat untuk mencapai kemerdekaan dan kedaulatan bangsa.


Konon, pada awal pertunjukan, seorang penari berdiri di atas telapak tangan para pemain lainnya, melambangkan bagaimana rakyat diinjak-injak oleh penjajah. Namun, perlawanan segera muncul ketika salah satu penari lainnya naik dan mempertontonkan jurus-jurus silat di atas tangan para pemain. Ini menggambarkan perlawanan rakyat terhadap penjajah. Ketika sang penari yang melambangkan rakyat berhasil mengalahkan simbol penjajah, ia kemudian diangkat dan dilempar-lempar oleh para pemain sambil bersorak riang. Aksi inilah yang kemudian dikenal dengan istilah Boboyongan.


Pertunjukan yang Spektakuler dan Penuh Energi

Sebagai seni pertunjukan, Surak Ibra melibatkan sekitar 60 hingga 100 orang yang terdiri dari pemain angklung, dogdog, serta berbagai alat musik lainnya. Para penari tampil dengan penuh semangat, diiringi oleh musik yang menghentak dan obor yang menyala terang di sekelilingnya. Keunikan dan daya tarik visual inilah yang membuat pertunjukan Surak Ibra begitu memikat dan menghibur.


Sejak pertama kali muncul pada tahun 1910, seni ini telah diwariskan dari generasi ke generasi. Kini, sudah empat generasi yang melestarikannya. Namun, regenerasi menjadi tantangan tersendiri mengingat banyak pemain yang telah lanjut usia. Oleh karena itu, upaya peremajaan terus dilakukan agar seni ini tetap hidup dan dikenal oleh generasi muda.


Ikon Seni Helaran Jawa Barat

Surak Ibra tidak hanya menjadi kebanggaan masyarakat Garut, tetapi juga telah menjelma menjadi ikon seni helaran di tingkat Provinsi Jawa Barat. Keunikan dan daya tariknya membuat seni ini sering ditampilkan dalam berbagai acara budaya, baik di tingkat daerah maupun nasional.


Dalam setiap pertunjukannya, Surak Ibra menggunakan berbagai waditra atau alat musik tradisional, seperti:

  • Dua obor bambu

  • Seperangkat gendang pencak

  • Seperangkat dogdog

  • Beberapa angklung

  • Beberapa keprak

  • Beberapa kentongan bambu

  • Alat musik perkusi lainnya yang dibutuhkan


Dengan keunikan dan makna mendalam yang terkandung dalam setiap gerakannya, Surak Ibra menjadi bukti nyata bagaimana seni dapat menjadi alat perjuangan dan media ekspresi bagi masyarakat. Seni ini bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga cerminan semangat juang rakyat Garut yang tak pernah padam.

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)