Kampung Adat Kuta: Jejak Legenda Ciungwanara dan Tradisi yang Tak Lekang oleh Waktu

Jabar Tourism
4 minute read
0

Kampung Adat Kuta (sumber : pinterest)

Di balik perbukitan hijau yang menawan di Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambaksari, Kabupaten Ciamis, berdiri sebuah kampung adat yang masih mempertahankan warisan leluhur secara turun-temurun. Kampung Kuta, yang namanya berasal dari bahasa Sunda berarti 'tembok' atau 'tebing,' terletak di lembah curam, seakan tersembunyi dalam dekapan alam. Lebih dari sekadar tempat bermukim, Kampung Kuta menyimpan sejarah panjang yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini, termasuk kisah legenda Ciungwanara yang melegenda di tatar Sunda.


Dalam dongeng kuno masyarakat Sunda, sekitar abad ke-7, daerah ini dikenal sebagai Nagara Burung, sebuah wilayah yang nyaris menjadi ibu kota Kerajaan Galuh dan pernah disebut sebagai Kuta Pandak oleh Prabu Ajar Sukaresi atau Prabu Galuh. Kisah ini semakin menarik ketika dikaitkan dengan Wawacan Sajarah Galuh yang ditulis oleh sejarawan Edi S. Ekadjati.


Dikisahkan bahwa Prabu Galuh memiliki dua istri, Dewi Naganingrum dan Dewi Pangrenyep. Ketika Prabu Galuh bertapa, Dewi Naganingrum yang tengah mengandung melahirkan seorang bayi laki-laki. Namun, Dewi Pangrenyep dengan licik menukar bayi tersebut dengan seekor anak anjing, lalu membuang bayi yang tak berdosa itu ke Sungai Citanduy.


Takdir berkata lain. Seorang lelaki tua bernama Aki Bagalantrang menemukan bayi tersebut di dekat badodon (tempat menangkap ikan) dan membesarkannya hingga tumbuh menjadi pemuda gagah bernama Ciungwanara. Kelak, pemuda ini akan mengungkap kebenaran dan merebut kembali haknya sebagai pewaris tahta Kerajaan Galuh.


Pamali di Kampung Kuta: Harmoni dengan Alam dan Tradisi

Kampung Kuta bukan hanya kaya akan sejarah, tetapi juga menjunjung tinggi nilai-nilai adat dan kearifan lokal. Penduduknya memegang teguh prinsip silih asih, silih asah, dan silih asuh—saling mengasihi, saling mengajarkan, dan saling menjaga. Aturan adat yang disebut pamali masih diterapkan secara ketat untuk menjaga keseimbangan alam dan harmoni sosial.


Beberapa larangan utama yang harus dipatuhi pengunjung di antaranya:

Tidak boleh memakai alas kaki di dalam area tertentu untuk menjaga kesucian tempat.

Tilarang meludah sembarangan, karena dianggap menodai lingkungan yang dijaga kesuciannya.

Tidak boleh menguburkan jenazah di dalam kampung, melainkan harus dilakukan di luar area pemukiman.


Bagi masyarakat Kampung Kuta, pelanggaran terhadap aturan-aturan ini dapat membawa malapetaka, baik bagi individu yang melanggar maupun komunitas secara keseluruhan. Keyakinan ini bukan hanya bersifat mistis, tetapi juga merupakan bagian dari sistem sosial yang memastikan keberlanjutan adat istiadat.


Leuweung Gede: Hutan Keramat yang Dijaga Kesuciannya

Dengan luas mencapai 185.192 hektar, Kampung Kuta memiliki kawasan hutan belantara yang disebut Leuweung Gede. Hutan ini bukan sekadar tempat hijau yang asri, melainkan juga dipercaya sebagai hutan keramat. Untuk menjaga kelestariannya, ada beberapa aturan ketat yang harus dipatuhi, seperti:


- Pengunjung harus bertelanjang kaki saat memasuki kawasan hutan.

- Dilarang mengenakan perhiasan atau benda mewah yang dianggap dapat mengganggu keseimbangan spiritual hutan.

- Dilarang melakukan pembakaran atau merusak ekosistem dalam bentuk apa pun.


Kearifan ini bukan hanya menjaga keharmonisan dengan alam, tetapi juga menjadi bukti bahwa masyarakat Kampung Kuta telah menerapkan prinsip konservasi jauh sebelum konsep modern tentang lingkungan hidup berkembang.


Keunikan Hunian dan Kehidupan Sehari-hari

Rumah-rumah di Kampung Kuta juga memiliki keunikan tersendiri. Bentuknya berupa rumah panggung berbahan bambu dan kayu, beratapkan ijuk atau jerami, serta tidak menggunakan tembok. Selain itu, rumah-rumah di kampung ini dibangun dalam formasi yang telah ditentukan, yakni tidak boleh berbentuk huruf U dan hanya terdiri dari dua hingga empat deret.


Hal lain yang menarik adalah tidak diperbolehkannya pembuatan sumur dan kamar mandi pribadi. Sebagai gantinya, warga menggunakan kamar mandi umum yang menyatu dengan kolam ikan. Air yang digunakan pun berasal langsung dari mata air yang mengalir melalui pancuran alami.


Wisata Edukasi dan Pelestarian Budaya

Sejak mendapatkan penghargaan Kalpataru pada tahun 2002, Kampung Kuta mulai dikenal sebagai destinasi wisata edukasi. Pengelolaan kampung ini berada di bawah naungan Dinas Pariwisata Kabupaten Ciamis, dan sejak saat itu, wisatawan domestik maupun mancanegara mulai berdatangan untuk melihat langsung bagaimana tradisi kuno masih terjaga dengan baik.


Selain menikmati suasana kampung adat, pengunjung juga dapat menyaksikan proses pembuatan gula aren tradisional, yang menjadi salah satu produk khas Kampung Kuta. Tak hanya itu, pada tanggal 25 bulan Shafar dalam kalender Islam, masyarakat Kampung Kuta menggelar Upacara Nyangku, sebuah ritual adat yang sarat makna spiritual dan budaya.


Upacara Nyangku ini melibatkan berbagai kesenian khas, seperti Ronggeng Tayub, Gondang Buhun, serta prosesi mengarak Dongdang, yang dilakukan oleh dua orang yang membawa perlengkapan upacara seperti kupat sasajen, kiray, dan ijuk. Tradisi ini tidak hanya menjadi momen untuk melestarikan budaya leluhur, tetapi juga sebagai sarana mempererat hubungan antarwarga dan menyambut datangnya Bulan Maulud.


Menjaga Warisan Leluhur untuk Generasi Mendatang

Kampung Adat Kuta adalah cerminan dari harmoni antara manusia dan alam, antara adat dan kehidupan modern. Di tengah arus globalisasi yang deras, kampung ini tetap mempertahankan identitas dan kearifan lokal yang telah diwariskan selama berabad-abad. Dengan segala keunikan dan kekayaan budaya yang dimilikinya, Kampung Kuta tidak hanya menjadi saksi bisu sejarah, tetapi juga menjadi pelajaran berharga tentang bagaimana nilai-nilai tradisional bisa tetap relevan dalam kehidupan masa kini.


Bagi siapa pun yang ingin menyelami lebih dalam budaya Sunda yang autentik, Kampung Kuta adalah destinasi yang wajib dikunjungi. Di sini, setiap sudut kampung menyimpan cerita, setiap aturan memiliki makna, dan setiap tradisi adalah warisan yang harus dijaga untuk generasi mendatang.

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)