Situs Kokoplak, Napak Tilas Sejarah dan Spiritualitas di Jantung Kota Banjar

Jabar Tourism
2 minute read
0


Tersembunyi di antara rimbunnya pepohonan dan udara segar pegunungan Dusun Pananjung, Desa Mulyasari, Kecamatan Pataruman, Kota Banjar, berdirilah sebuah situs bersejarah yang tak hanya menjadi tempat peristirahatan terakhir seorang tokoh penting, tetapi juga menjadi magnet spiritual dan budaya bagi banyak orang. Situs Cagar Budaya Embah Dalem Adipati Tambakbaya, atau yang lebih akrab disapa dengan Situs Kokoplak oleh masyarakat setempat, membentang di atas lahan seluas satu hektare yang sarat akan nuansa mistis dan ketenangan. Di sini, tak hanya warga Banjar yang datang untuk berziarah, tetapi juga para peziarah dari berbagai penjuru Jawa Barat, bahkan luar provinsi, yang merasa terpanggil untuk menjejakkan kaki di tempat ini.


Keberadaan situs ini erat kaitannya dengan sosok Raden Adipati Singaperbangsa II, atau yang kemudian bergelar Dalem Tambakbaya, seorang bangsawan yang hidup pada abad ke-17 dan dikenal sebagai tokoh pelopor pembangunan tambak pertanian di kawasan Liunggunung. Kiprahnya dalam membuka wilayah baru untuk pertanian menjadikan namanya harum, dan hingga kini, makamnya menjadi salah satu tujuan ziarah spiritual yang dipercaya membawa berkah—baik untuk kelancaran rezeki, keberhasilan usaha, hingga peningkatan jabatan. Kisah hidupnya, termasuk pernikahannya dengan Nyi Mas Raja—putri dari Dalem Wiramantri Rajadesa—hingga keempat anaknya yang turut melanjutkan garis keturunan bangsawan, menambah daya tarik sejarah situs ini.


Namun, Situs Kokoplak tidak melulu soal sejarah dan ziarah. Di balik itu, terdapat lapisan-lapisan cerita mistis yang mengendap dalam percakapan warga setempat. Ada yang mengatakan bahwa pada malam-malam tertentu, aroma bunga melati tercium begitu kuat meski tak terlihat satu pun bunga di sekitar. Ada pula kisah tentang suara gamelan halus yang terdengar samar dari arah makam, yang dipercaya sebagai pertanda adanya "penjaga gaib" situs ini. Meskipun tak dapat dibuktikan secara ilmiah, cerita-cerita ini justru memperkaya narasi situs dan membuatnya semakin menarik untuk dikunjungi, baik oleh pecinta sejarah, peziarah, maupun penikmat wisata spiritual.


Tidak sedikit pula pengunjung yang datang sekadar untuk menikmati nuansa alamnya yang masih terjaga alami. Situs ini menawarkan suasana yang sejuk, udara segar yang menyapa lembut wajah, dan panorama hijau yang menenangkan hati—sebuah pelarian sempurna dari hiruk-pikuk kota. Di beberapa titik, suara kicauan burung bersahut-sahutan dengan desir angin di sela dedaunan, menciptakan simfoni alam yang mendamaikan. Tidak heran, kawasan ini sering kali menjadi tempat favorit untuk refleksi diri atau sekadar mencari ketenangan batin.


Menjelang bulan Ramadan, kunjungan ke situs ini biasanya meningkat drastis. Deretan kendaraan dari luar kota mulai memadati jalanan sempit menuju area situs. Para peziarah datang berombongan, membawa serta harapan dan doa, menyusuri jalan tanah menuju makam Dalem Tambakbaya dengan penuh kekhusyukan. Ada semacam tradisi tak tertulis bahwa berziarah sebelum bulan suci akan membuka jalan bagi keberkahan selama Ramadhan dan Lebaran.


Situs Kokoplak, pada akhirnya, bukan sekadar tempat bersejarah—ia adalah simpul antara masa lalu, spiritualitas, dan alam yang membaur dalam satu lanskap. Sebuah destinasi yang menyimpan jejak leluhur, dihiasi kisah-kisah yang menggetarkan, sekaligus menjadi ruang hening bagi siapa saja yang ingin kembali mengenali dirinya, atau sekadar duduk diam, ditemani semilir angin dan bayang-bayang masa lalu.

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)
April 26, 2025