![]() |
Minuman Lahang Khas Banjaran (sumber : facebook/Baraya Banjaran) |
Jika kamu sedang melancong ke kawasan Banjaran, Kabupaten Bandung, jangan lewatkan kesempatan langka untuk mencicipi minuman tradisional yang satu ini. Bukan kopi, bukan teh, melainkan seteguk lahang yang dingin dan alami—warisan leluhur yang menyegarkan dan sarat makna.
Berada di daerah pegunungan yang sejuk dan dikelilingi hijaunya alam, Banjaran menyimpan lebih dari sekadar panorama menawan. Di balik deretan pohon aren yang tumbuh menjulang, tersimpan satu kekayaan kuliner yang perlahan mulai dilupakan: lahang. Minuman hasil sadapan nira dari pohon aren ini telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Sunda selama ratusan tahun. Kini, di tengah derasnya arus modernisasi dan minuman kekinian, lahang masih tetap bertahan sebagai simbol kearifan lokal yang hidup dan mengalir bersama waktu.
Apa Itu Lahang?
Lahang adalah minuman manis alami yang berasal dari nira pohon aren. Nira ini diperoleh melalui proses penyadapan bunga jantan pohon yang dilakukan secara tradisional. Warna lahang bening, rasanya manis lembut, dan terasa sangat menyegarkan, terutama bila diminum saat cuaca panas. Minuman ini tidak difermentasi, sehingga berbeda dengan tuak—produk turunan dari nira yang telah melalui proses fermentasi alkohol.
Yang membuat lahang istimewa adalah kesegaran alaminya. Tanpa tambahan gula, pewarna, atau pengawet, lahang murni menyuguhkan cita rasa asli dari alam. Proses penyadapannya pun dilakukan secara hati-hati agar nira tetap bersih dan tidak cepat berubah rasa. Inilah mengapa lahang harus diminum dalam waktu singkat setelah dipanen, karena jika dibiarkan terlalu lama, ia akan berubah rasa dan tidak lagi bisa dikonsumsi segar.
Menyusuri Jejak Lahang di Banjaran
Di Banjaran, kamu masih bisa menemukan penjual lahang yang menawarkan minuman ini di pasar tradisional atau di pinggir jalan, khususnya di desa-desa yang masih dikelilingi kebun aren. Salah satunya adalah Mang Asep, seorang penyadap nira yang telah mewarisi keahlian ini dari ayah dan kakeknya. Setiap pagi, ia memanjat pohon aren setinggi belasan meter untuk menampung tetesan nira yang dikumpulkan dalam tabung bambu.
“Sebelum matahari terlalu tinggi, saya sudah turun membawa nira. Kalau siang, airnya bisa berubah jadi masam,” ujarnya sambil menuangkan lahang segar ke dalam gelas plastik. Rasanya? Sejuk, manis alami, dan seolah membawa kenangan pada masa kecil yang sederhana.
Lebih dari Sekadar Minuman
Lahang bukan hanya soal rasa. Ia adalah simbol kehidupan desa, kerja keras, dan kecintaan terhadap alam. Dahulu, lahang adalah minuman harian para petani dan pengrajin di pedesaan. Mereka membawanya ke ladang sebagai bekal energi alami. Masyarakat juga mempercayai bahwa lahang bisa meningkatkan daya tahan tubuh dan meredakan panas dalam.
Kini, lahang kerap hadir dalam acara adat, kenduri, dan hajatan kampung. Ia disuguhkan sebagai bentuk penghormatan kepada tamu—bukan hanya menyegarkan tenggorokan, tetapi juga mempererat tali silaturahmi.
Mengangkat Kembali Warisan Leluhur
Meskipun popularitasnya perlahan meredup di tengah gempuran minuman modern, lahang mulai kembali dilirik sebagai produk unggulan desa dan kuliner warisan. Beberapa komunitas kreatif di Bandung mulai mempromosikan lahang dalam festival kuliner dan kegiatan budaya lokal. Bahkan tak sedikit wisatawan yang datang khusus untuk merasakan pengalaman meminum lahang langsung dari sumbernya—di bawah rindangnya pohon aren, di desa-desa sunyi yang masih menjaga tradisi.
Bagi para pegiat ekowisata dan pencinta budaya, mengenal lahang adalah bagian dari menyelami kearifan lokal Sunda. Karena dalam setetes lahang, tersimpan cerita panjang tentang hubungan manusia dan alam, tentang kesederhanaan yang kaya makna.
Ingin Coba? Ini Tipsnya!
Kalau kamu tertarik mencicipi lahang saat berwisata ke Banjaran, cobalah cari di pasar pagi, atau bertanya pada warga lokal tentang penyadap nira yang masih aktif. Waktu terbaik untuk menikmati lahang adalah di pagi hari, saat air nira baru saja disadap dan masih dalam kondisi paling segar. Jangan lupa, bawa botol sendiri dan hindari menyimpan terlalu lama agar rasa manis alaminya tidak hilang.
Lahang adalah bukti bahwa kesegaran tak melulu berasal dari mesin dan bahan buatan. Terkadang, yang paling sederhana justru menyimpan kelezatan dan kebijaksanaan yang tak ternilai. Saat kamu berkunjung ke Banjaran, cobalah sesekali menepi dari jalan utama, dan temukan keajaiban rasa dalam seteguk lahang—minuman dari alam yang merawat tradisi.