Jejak Sejarah Tepak Gendang Opok Kijing: Warisan Budaya Karawang yang Tak Lekang Zaman

Jabar Tourism
0

Ki Sarta Pencipta Tepak Kendang Opok Kijing (sumber : instagram/disparbudkarawangkab)

Di tengah riuhnya pesta rakyat Ruwatan Hajat Bumi di Desa Sindangmukti, Kecamatan Kutawaluya, Karawang, satu seni musik tradisional kembali menggaung dengan penuh kebanggaan: Tepak Kendang Opok Kijing. Bagi sebagian orang, alunan musik ini mungkin sekadar hiburan, tetapi jika ditelusuri lebih dalam, ia menyimpan jejak sejarah yang merekam perjalanan budaya Karawang selama lebih dari setengah abad.


Sejarah Tepak Kendang Opok Kijing bermula pada tahun 1971. Saat itu, dua seniman lokal, Ki Sarta (pemain gendang) dan almarhum Mang Tala (pemain gong), berinovasi dalam pertunjukan Kiliningan Wayang Golek bersama dalang kondang, Tjetjep Supriadi. Dari tangan mereka, lahirlah sebuah pola musik baru yang segar dan berbeda.


Nama “Opok Kijing” muncul dari tiruan bunyi yang khas: pok-pok-pok dari kendang berpadu dengan jing-jing-jing dari gong. Suara sederhana inilah yang kemudian berkembang menjadi identitas musikal Karawang. Tidak hanya mengiringi Wayang Golek, alunan Opok Kijing kemudian merambah menjadi pengiring tarian tradisional, khususnya Jaipong, yang juga lahir dari tanah Sunda.


Identitas dalam Irama

Bagi masyarakat Karawang, Tepak Kendang Opok Kijing lebih dari sekadar musik. Ia merupakan identitas budaya yang menegaskan ciri khas daerah, sekaligus simbol kreativitas masyarakat Sunda dalam melestarikan seni pertunjukan. Irama yang cepat dan energik mencerminkan semangat warga Karawang yang dinamis, sementara kesederhanaan alatnya menandakan kedekatan seni ini dengan kehidupan rakyat sehari-hari.


Meski lahir pada era modern 1970-an, Tepak Kendang Opok Kijing tetap berpijak pada akar tradisi, menjadi jembatan antara warisan leluhur dan kebutuhan zaman yang terus berubah.


Peran dalam Tradisi Ruwatan Hajat Bumi

Ruwatan Hajat Bumi di Sindangmukti menjadi salah satu ruang penting bagi seni ini untuk tetap hidup. Tradisi tahunan sebagai ungkapan syukur atas hasil bumi dan rezeki ini bukan hanya ritual adat, melainkan juga panggung untuk memperlihatkan kekayaan budaya lokal. Tepak Kendang Opok Kijing hadir di sana sebagai bagian yang tak terpisahkan dari rangkaian ritual, mengiringi tarian dan Wayang Golek, sekaligus menghadirkan suasana meriah yang menyatukan masyarakat.


Namun, perjalanan sejarah Tepak Kendang Opok Kijing tidak selalu mulus. Modernisasi membawa tantangan besar, di mana generasi muda lebih akrab dengan musik digital daripada alunan tradisional. Jika tidak dikelola dengan baik, seni ini berisiko tergeser oleh arus globalisasi.


Menyadari hal itu, Pemerintah Kabupaten Karawang melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan berupaya memperkuat posisi seni ini dengan mengusulkannya sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTb). Langkah ini tidak hanya bertujuan melestarikan, tetapi juga menempatkan Tepak Kendang Opok Kijing sebagai bagian dari kebanggaan masyarakat Karawang yang layak diwariskan ke generasi mendatang.


Warisan yang Perlu Dijaga

Sejarah Tepak Kendang Opok Kijing adalah kisah tentang kreativitas, identitas, dan keteguhan budaya. Dari sebuah bunyi sederhana di tahun 1971, ia tumbuh menjadi simbol daerah yang kini terus diperjuangkan keberadaannya. Bukan hanya seniman atau pemerintah yang memiliki tanggung jawab, tetapi juga masyarakat luas untuk merawat dan memperkenalkan seni ini agar tetap hidup di tengah perubahan zaman.


Tepak Kendang Opok Kijing mengajarkan kita bahwa budaya bukanlah sesuatu yang statis. Ia lahir dari kreativitas, tumbuh bersama masyarakat, dan akan bertahan selama ada yang terus merawatnya.

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)