![]() |
Tugu Perjuangan Cisokan-Ciranjang 9sumber : pinterest) |
Di tepian Sungai Cisokan, Ciranjang, Cianjur, berdiri sebuah tugu sederhana. Dari jauh, bangunannya mungkin tak tampak istimewa, hanya sebuah penanda yang terbuat dari material biasa. Namun, siapa sangka, di balik kesederhanaannya tersimpan kisah heroik yang mengguncang sejarah: perlawanan rakyat Cianjur melawan tentara Inggris pada 1945–1946.
Kini, tugu tersebut resmi ditetapkan sebagai Cagar Budaya Peringkat Kabupaten. Bukan sekadar bangunan tua yang dilupakan, tetapi sebuah saksi bisu yang akan terus mengingatkan generasi muda bahwa kemerdekaan tidak datang begitu saja. Ia lahir dari keringat, darah, dan keberanian rakyat yang memilih melawan meski hanya berbekal persenjataan seadanya.
Riuh Pertempuran di Tebing Inggris
Bayangkan suasana Cianjur beberapa bulan setelah Proklamasi 17 Agustus 1945. Rakyat baru saja merasakan manisnya kata “merdeka”, tetapi bayang-bayang pasukan Sekutu sudah mengancam. Di sepanjang Sungai Cisokan, khususnya di sekitar Tebing Inggris, rakyat bersama laskar Hisbullah, Sabilillah, Pasukan Banteng, hingga Polri, bahu-membahu menghadang konvoi tentara Inggris.
Mereka tidak punya meriam, bahkan senapan pun terbatas. Namun, strategi gerilya di medan sungai yang curam membuat mereka mampu memberi perlawanan sengit. Dentuman senjata bercampur dengan sorak keberanian, sementara semangat mempertahankan kemerdekaan bergema di setiap serangan kecil yang mereka lancarkan.
Ketika Langit Menjadi Saksi
Satu peristiwa yang membuat Pertempuran Cisokan-Ciranjang dikenang adalah kegagalan serangan udara Inggris. Pasukan Gurkha yang kesulitan menundukkan pejuang meminta dukungan dari langit. Pesawat tempur meluncur, bom dijatuhkan dengan keyakinan bahwa posisi pejuang akan hancur.
Namun, kenyataan berkata lain. Para pejuang yang gesit sudah meninggalkan area. Akibatnya, bom justru menghantam barisan tentara Inggris sendiri. Peristiwa friendly fire ini bukan hanya membuat banyak korban di pihak Sekutu, tetapi juga menjadi simbol betapa medan perjuangan berpihak pada rakyat yang berjuang dengan hati.
Dari Monumen Sederhana Menjadi Warisan Abadi
Setelah pertempuran usai, masyarakat setempat membangun sebuah tugu sederhana di tepi sungai. Tidak ada ornamen megah, hanya tanda pengingat bahwa di titik itulah keberanian pernah diuji. Selama puluhan tahun, tugu ini berdiri dalam diam, seolah menunggu saatnya untuk kembali diperhatikan.
Dan akhirnya, pada 24 November 2023, Bupati Cianjur menetapkannya sebagai Struktur Cagar Budaya Kabupaten. Status ini membawa harapan baru: tugu tidak hanya menjadi saksi, tetapi juga pusat edukasi sejarah, tempat wisata budaya, bahkan ruang refleksi bagi siapa pun yang berkunjung.
Wisata Sejarah yang Menghidupkan Ingatan
Kini, pemerintah daerah bersama masyarakat tengah menggagas berbagai program untuk menghidupkan kembali jejak heroik ini. Dari rencana wisata sejarah, pementasan drama kolosal, hingga diorama digital, semua diarahkan untuk membuat generasi muda lebih dekat dengan kisah perjuangan di tanah sendiri.
Bayangkan bila suatu hari Anda berjalan menyusuri tepian Sungai Cisokan, mendengarkan aliran air yang tenang, lalu berdiri di depan tugu itu. Di sana, Anda tidak hanya melihat monumen, tetapi juga merasakan aura perjuangan, seolah bisikan para pejuang masih hidup di balik gemericik sungai.
Mengingat, Menghargai, Mewariskan
Tugu Perjuangan Cisokan-Ciranjang adalah pengingat bahwa kemerdekaan bukan hadiah, melainkan hasil pengorbanan yang tak terhitung jumlahnya. Ia adalah warisan yang tidak boleh sekadar dilihat, tetapi harus dihidupkan kembali dalam kesadaran kita sebagai bangsa.
Bagi wisatawan, berkunjung ke tugu ini bukan hanya perjalanan fisik, melainkan juga perjalanan batin. Sebuah kesempatan untuk menyatu dengan sejarah, belajar dari keberanian para pendahulu, sekaligus mewariskan semangat juang itu kepada generasi berikutnya.