Acil Bimbo (sumber : https://x.com/AdibHidayat) |
Dunia musik dan budaya Indonesia kembali berduka. Raden Darmawan Dajat Hardjakusumah, atau yang akrab dikenal sebagai Acil Bimbo, wafat pada Senin (1/9) malam di usia 82 tahun. Sosok yang dikenal bukan hanya sebagai musisi, tetapi juga budayawan dan pecinta lingkungan ini menghembuskan napas terakhirnya di Bandung, kota yang selama ini menjadi ruang hidup sekaligus sumber inspirasinya.
Kabar meninggalnya Acil Bimbo pertama kali disampaikan oleh cucunya, aktris muda Adhisty Zara, melalui unggahan di Instagram pribadinya. Dalam postingan tersebut, Zara membagikan foto hitam putih sang kakek ketika sedang bernyanyi, lengkap dengan pesan haru. “Innalillahi wa inna ilaihi roojiuun... Mohon dibukakan pintu maaf untuk almarhum,” tulis Zara.
Zara, yang memanggil kakeknya dengan sebutan “Kiyang,” juga mengunggah potongan video dan foto kenangan mereka. Salah satu yang paling menyentuh adalah momen ketika ia menghadiahkan sebuah buku berisi kumpulan foto keluarga agar sang kakek selalu merasa dekat dengan mereka. “Supaya kiyang bisa inget terus sama kita dan kiyang hepi,” tulisnya.
Jejak Panjang Acil Bersama Bimbo
Lahir pada 20 Agustus 1943, Acil Bimbo dikenal sebagai vokalis dengan suara khas yang menjadi identitas grup legendaris Bimbo bersama kedua saudaranya, Sam dan Jaka. Sejak berdiri pada era 1970-an, Bimbo melahirkan banyak lagu abadi seperti “Sajadah Panjang,” “Tuhan,” hingga “Melati dari Jayagiri.” Karya-karyanya bukan sekadar hiburan, tetapi juga refleksi spiritual, kritik sosial, hingga pesan cinta terhadap alam.
Kehadiran Bimbo membuat warna musik Indonesia menjadi lebih kaya dengan sentuhan harmoni khas, lirik mendalam, serta gaya vokal unik yang sulit ditiru. Tak heran jika nama Acil Bimbo begitu melekat sebagai salah satu ikon musik Tanah Air.
Penjaga Budaya dan Lingkungan
Selain aktif bermusik, Acil Bimbo juga dikenal sebagai seorang budayawan yang tak pernah lelah menyuarakan pentingnya pelestarian alam dan tradisi. Ia kerap mengangkat nilai-nilai lokal Jawa Barat, baik melalui lagu maupun kegiatan sosial budaya. Dalam berbagai kesempatan, ia menegaskan bahwa seni harus menjadi media untuk merawat kearifan lokal sekaligus menyuarakan kepedulian terhadap bumi.
Acil Bimbo juga tercatat aktif dalam sejumlah kegiatan kebudayaan di Jawa Barat. Ia terlibat dalam diskusi, festival, hingga gerakan pelestarian lingkungan. Sikapnya yang konsisten menjadikan dirinya panutan, bukan hanya di kalangan musisi, tetapi juga di lingkaran pegiat budaya.
Kepergian Acil Bimbo tentu meninggalkan luka besar bagi keluarga, termasuk kedua cucunya, Adhisty Zara dan Hasyakyla Utami, yang selalu dekat dengannya. Namun duka itu juga dirasakan oleh masyarakat luas yang tumbuh bersama lagu-lagu Bimbo. Bagi banyak orang, suara khas Acil adalah bagian dari perjalanan hidup dan kenangan kolektif bangsa.
Kini, Indonesia kehilangan salah satu putra terbaiknya. Namun warisan karya, nilai, dan perjuangan Acil Bimbo akan terus hidup. Ia bukan hanya seorang musisi, tetapi juga penjaga budaya Jawa Barat yang setia merawat akar tradisi sekaligus menggaungkannya ke panggung nasional.