![]() |
Tari Ketuk Tilu (sumber : disparbud jabar) |
Tari Ketuk Tilu kembali menjadi sorotan dalam ajang Temu Karya Taman Budaya XXIV tahun 2025. Sebagai salah satu kesenian tradisional Jawa Barat, tarian ini memiliki ikatan yang kuat dengan masyarakat Sunda. Lebih dari itu, Ketuk Tilu kerap disebut sebagai akar dari lahirnya tarian populer Jaipong.
Nama “Ketuk Tilu” diambil dari salah satu instrumen pengiring utama, yakni boning. Sesuai namanya, alat musik ini dipukul sebanyak tiga kali sebagai tanda dimulainya irama, yang kemudian diikuti oleh bunyi rebab, gong, kendang besar, dan kendang kecil. Perpaduan seluruh instrumen itu menciptakan lantunan musik pengiring tarian, baik berupa alunan lagu maupun petikan instrumental.
Sejarah mencatat, tarian ini sudah ada sejak zaman dahulu kala. Masyarakat Sunda menampilkan Ketuk Tilu sebagai ungkapan kegembiraan dan rasa syukur menyambut masa panen padi. Keceriaan itu tergambar jelas melalui gerakan penari, musik pengiring, hingga ekspresi yang ditampilkan dalam setiap pertunjukan.
Uniknya, sebelum tarian dimulai, musik terlebih dahulu dimainkan untuk menarik perhatian penonton. Setelah orang-orang berkerumun, barulah para penari memasuki arena pertunjukan, menciptakan suasana meriah yang hangat dan akrab.
Ketuk Tilu memiliki ragam gerakan khas seperti goyangan, muncid, pencak, geol, dan gitek. Dari gerakan-gerakan itu lahir nama-nama tertentu, antara lain lengkah opat, bajing luncat, ban karet, hingga depok. Semua gerakan berpadu menghadirkan keindahan visual yang dinamis dan enerjik.
Repertoar lagu yang mengiringi pun tidak kalah menarik. Beberapa yang kerap dibawakan antara lain Kidung, Emprak, Polos Tomo, Naek Geboy, Berenuk Mundur, Kaji-kaji, Tunggul Kawung, Renggong Buyut, hingga Awi Ngarambat. Dengan lirik bernuansa ceria, lagu-lagu tersebut semakin mempertegas identitas Ketuk Tilu sebagai tarian pergaulan dan hiburan, khususnya di berbagai hajatan masyarakat Sunda.
Sebagai bentuk seni pertunjukan, Ketuk Tilu berdiri secara mandiri dan tidak menjadi cabang dari kesenian lain. Namun, perkembangannya justru melahirkan ragam kolaborasi. Di Jawa Barat, Ketuk Tilu dipadukan dalam pertunjukan Ronggeng Gunung di Ciamis, Banjet di Karawang dan Subang, hingga Topeng Betawi di kawasan Jabodetabek. Bahkan, jejaknya juga ditemukan dalam seni teater Ubrug yang berasal dari Banten.
Ketuk Tilu bukan sekadar tarian, melainkan warisan budaya yang membuktikan kekayaan seni tradisional Sunda. Dari arena hajatan desa hingga panggung festival budaya, tarian ini tetap hidup dan terus menari seirama dengan denyut kehidupan masyarakatnya.