![]() |
Candi Cangkuang (Sumber: pinterest) |
Candi Cangkuang merupakan satu-satunya candi Hindu yang ditemukan di wilayah tatar Sunda. Candi ini berlokasi di Kampung Pulo, Desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Keberadaannya berdekatan dengan makam Embah Dalem Arief Muhammad, seorang tokoh Islam yang diyakini sebagai leluhur masyarakat setempat.
Desa Cangkuang sendiri dikelilingi oleh empat gunung besar di Garut, yaitu Gunung Haruman, Gunung Kaledong, Gunung Mandalawangi, dan Gunung Guntur. Keunikan lokasi ini menambah nilai historis dan keindahan alam dari kawasan cagar budaya ini.
Asal-usul Nama Cangkuang
Nama Candi Cangkuang diambil dari nama desa tempat candi ini berdiri. Istilah "Cangkuang" merujuk pada sejenis tanaman pandan yang banyak tumbuh di sekitar makam Embah Dalem Arief Muhammad. Daun tanaman ini sering dimanfaatkan untuk membuat berbagai kerajinan seperti tikar, tudung, dan pembungkus tradisional.
Candi Cangkuang berada di sebuah daratan yang dikelilingi danau kecil atau "situ" dalam bahasa Sunda. Untuk mencapai candi, pengunjung harus menyeberangi danau menggunakan rakit. Dahulu, Kampung Pulo dikelilingi oleh air, namun kini bagian selatan telah berubah menjadi area persawahan, sementara bagian utara masih berupa danau.
Selain keberadaan candi, di kawasan ini juga terdapat perkampungan adat Kampung Pulo yang masih mempertahankan tradisi leluhur. Pulau tempat candi ini berdiri memiliki luas sekitar 16,5 hektare dan terletak di tengah Situ Cangkuang pada koordinat 106°54’36,79″ BT dan 7°06’09″ LS.
Penemuan Candi Cangkuang
Candi Cangkuang pertama kali ditemukan pada tahun 1966 oleh tim peneliti yang dipimpin oleh Harsoyo dan Uka Tjandrasasmita. Penemuan ini didasarkan pada laporan Vorderman dalam buku Notulen Bataviaasch Genootschap tahun 1893 yang menyebutkan adanya arca yang rusak dan makam kuno di bukit Kampung Pulo, Leles.
Tim peneliti berhasil menemukan arca Siwa dan makam kuno yang dimaksud. Pada tahap awal penelitian, terlihat adanya susunan batu yang diyakini sebagai sisa reruntuhan bangunan candi. Makam kuno yang ditemukan ternyata adalah makam Arief Muhammad, tokoh yang dihormati sebagai leluhur masyarakat setempat.
Selain reruntuhan candi, penelitian juga menemukan pecahan pisau serta batu-batu besar yang diduga berasal dari era megalitikum. Pada tahun 1967 dan 1968, penggalian lanjutan berhasil mengungkap struktur bangunan makam yang lebih jelas.
Meskipun para arkeolog hampir dapat memastikan bahwa candi ini merupakan peninggalan Hindu dari abad ke-8 Masehi, temuan menarik lainnya adalah keberadaan makam Islam di dekat situs candi. Penemuan ini menunjukkan adanya interaksi budaya dan keberlanjutan sejarah antara era Hindu dan Islam di wilayah tersebut.
Pemugaran dan Rekonstruksi Candi Cangkuang
Selama penelitian awal, ditemukan batu-batu andesit berbentuk balok yang diyakini sebagai bagian dari struktur candi. Penduduk setempat bahkan sempat memanfaatkan batu-batu tersebut sebagai nisan. Berbekal temuan ini, tim peneliti melanjutkan penggalian dan menemukan fondasi candi berukuran 4,5 x 4,5 meter beserta batu-batu lainnya yang berserakan di sekitar makam Arief Muhammad.
Kesadaran akan nilai sejarah candi ini mendorong Tim Sejarah dan Lembaga Kepurbakalaan untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Hingga tahun 1968, berbagai studi dilakukan untuk mengungkap bentuk asli candi. Akhirnya, proses pemugaran dimulai pada tahun 1974-1975, dan rekonstruksi candi dilakukan pada tahun 1976.
Dalam pemugaran ini, dilakukan pembangunan kembali struktur bangunan, atap, serta pemasangan patung Siwa. Selain itu, sebuah joglo museum juga didirikan untuk menyimpan dan mendokumentasikan artefak sejarah yang ditemukan di Kabupaten Garut.
Namun, proses rekonstruksi menghadapi kendala karena hanya sekitar 40% batu asli candi yang berhasil ditemukan. Oleh karena itu, sekitar 60% bagian candi harus direkonstruksi menggunakan bahan tambahan seperti semen, batu koral, pasir, dan besi.
Candi Cangkuang: Penghubung Sejarah Sunda Kuno
Candi Cangkuang menjadi candi pertama yang direstorasi guna mengisi kekosongan sejarah antara masa Kerajaan Tarumanagara (Purnawarman) dan Kerajaan Pajajaran. Para ahli berpendapat bahwa candi ini dibangun pada abad ke-8 M berdasarkan karakteristik batu yang sudah mengalami pelapukan serta bentuknya yang sederhana tanpa relief.
Bangunan yang dapat dilihat saat ini merupakan hasil rekonstruksi yang diresmikan pada tahun 1978. Candi ini berdiri di atas lahan berbentuk persegi dengan ukuran 4,7 x 4,7 meter dan tinggi sekitar 30 cm.
Bagian kaki bangunan menopang struktur pelipit padma, pelipit kumuda, dan pelipit pasagi dengan ukuran 4,5 x 4,5 meter serta tinggi 1,37 meter. Pada sisi timur terdapat tangga naik sepanjang 1,5 meter dan lebar 1,26 meter.
Meskipun telah direstorasi, bentuk asli dari Candi Cangkuang tetap menjadi misteri karena hanya sebagian kecil bangunan aslinya yang bertahan. Namun, keberadaan candi ini tetap menjadi saksi bisu perjalanan sejarah dan akulturasi budaya yang terjadi di tanah Sunda.