![]() |
Kerajinan Batok Kelapa (sumber: pinterest) |
Di Desa Cibeureum Kota Banjar, Jawa Barat, limbah yang selama ini hanya dianggap remeh ternyata menjadi jalan rezeki bagi seorang pria bernama Yayan Sutisna. Di tangan kreatifnya, potongan bambu dan tempurung kelapa yang sebelumnya hanya dijadikan kayu bakar oleh warga, kini menjelma menjadi produk unik yang bahkan mampu menembus pasar internasional, hingga sejauh Jerman.
Yayan, yang kini berusia 44 tahun, memulai kisahnya sejak 2013. Kala itu, ia merasa resah melihat banyaknya limbah organik di sekitar rumahnya di Dusun Pasirnagara, Desa Cibereum. Ide besar pun muncul: mengubah limbah-limbah itu menjadi barang bernilai ekonomi tinggi. Dengan penuh keyakinan, ia mendirikan Industri Rumah Limbah Alam, sebuah tempat sederhana yang menjadi pusat inovasi kerajinannya.
"Dulu, saya berpikir bagaimana caranya bahan-bahan yang dianggap tidak berguna ini bisa menghasilkan sesuatu yang berharga," ungkap Yayan saat ditemui di depan rumahnya pada suatu siang. Dari sana, lahirlah beragam produk seperti gelas bambu, poci tempurung kelapa, gantungan kunci, hingga aksesori yang cantik dan unik.
Kisah di Balik Produksi
Dalam proses produksinya, Yayan tidak bekerja sendirian. Ia melibatkan tiga pengrajin utama, namun ketika pesanan meningkat, banyak warga lain yang turut membantu. Bahkan, anak-anak sekolah pun ikut berpartisipasi dengan mengumpulkan tempurung kelapa dari kebun untuk dijual kepada Yayan.
"Saya beli tempurung kelapa dari mereka dengan harga Rp500 hingga Rp2.000 per potong, tergantung kondisinya. Lumayan, mereka jadi punya uang jajan tambahan," kata Yayan sembari tersenyum.
Proses produksi masih dilakukan secara semi-modern. Mesin sederhana dan tungku api tradisional digunakan untuk menciptakan berbagai bentuk kerajinan. Meski alat yang digunakan tidak sepenuhnya canggih, hasilnya ternyata luar biasa.
Dari Pasar Lokal ke Internasional
Pada awalnya, pemasaran produk Yayan hanya dilakukan secara offline, menjangkau pelanggan di sekitar Kota Banjar. Namun, pandemi COVID-19 membawa perubahan besar. Yayan mulai memanfaatkan platform digital seperti Shopee untuk menjual produknya. Strategi ini terbukti ampuh.
"Penjualan online itu luar biasa. Kita hanya perlu mengunggah foto produk, dan pelanggan dari berbagai daerah bisa melihatnya," ujarnya. Dari Banjar, produk Yayan kini sudah sampai ke berbagai pelosok Indonesia, termasuk Papua, bahkan hingga ke Jerman.
Meski pengiriman menembus pasar internasional, Yayan tetap mempertahankan harga produknya agar tetap terjangkau. "Hanya ongkos kirimnya saja yang berbeda, tapi harga produk tetap sama," jelasnya.
Lebih dari Sekadar Bisnis
Apa yang dilakukan Yayan tidak hanya soal mencari keuntungan. Usahanya juga membawa dampak positif bagi masyarakat sekitar. Dengan melibatkan warga dalam produksi dan pembelian bahan baku, Yayan membuka peluang kerja sekaligus mendorong ekonomi lokal.
Kini, Industri Rumah Limbah Alam menjadi bukti nyata bahwa kreativitas dan ketekunan mampu mengubah limbah menjadi berkah. "Kalau kita mau berinovasi, hal kecil sekalipun bisa menjadi besar," pesan Yayan.
Kisah Yayan Sutisna adalah inspirasi bagi siapa saja yang ingin memanfaatkan potensi lokal untuk meraih mimpi besar. Dari kota kecil di Banjar, ia telah membuktikan bahwa produk rumahan bisa menembus pasar dunia.