Kampung Blekok di Gedebage: Jejak Sejarah, Surga Burung Air, dan Perjuangan Melindungi Alam

Jabar Tourism
3 minute read
0

Kampung Blekok Gedebage (sumber: twitter.com/gedebage_kec)

Dahulu, Gedebage bukanlah kawasan modern seperti yang kita kenal sekarang. Wilayah di timur Kota Bandung ini adalah hamparan persawahan subur yang diapit oleh rawa-rawa alami. Kata "ranca" yang sering muncul dalam nama tempat, seperti Rancabayawak, Rancasagatan, hingga Rancabolang, berasal dari bahasa Sunda yang berarti rawa-rawa. Tempat ini dulunya menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat sekitar sekaligus rumah bagi banyak satwa, termasuk burung-burung air. Namun, seiring waktu, Gedebage bertransformasi menjadi pusat pembangunan yang digadang-gadang sebagai kawasan teknopolis modern.


Di tengah desakan modernisasi, terdapat sebuah tempat yang masih bertahan sebagai oase alami—Kampung Blekok. Terletak di Rancabayawak, Kecamatan Gedebage, kampung ini menjadi rumah bagi burung-burung air, terutama burung blekok sawah (Ardeola speciosa) dan kuntul (Bubulcus ibis). Keberadaan mereka menjadi ciri khas unik kawasan ini hingga mendapatkan julukan Kampung Blekok.


Cerita dari Rumpun Bambu yang Tersisa

Pada masa lalu, delapan rumpun bambu berjajar di tepi sungai mati bekas aliran Sungai Cisaranten. Rumpun bambu ini sejatinya dibuat untuk menahan tanggul sungai, namun akhirnya dimanfaatkan oleh burung-burung air sebagai habitat untuk berkembang biak. Saat wabah flu burung merebak di tahun 2000-an, banyak habitat alami mereka dimusnahkan karena dianggap menjadi sumber virus. Ironisnya, penelitian kemudian membuktikan bahwa burung blekok tidak membawa virus tersebut. Kini, hanya empat rumpun bambu yang tersisa sebagai saksi bisu perjuangan burung-burung ini melawan perubahan zaman.


“Bambu-bambu ini awalnya bukan untuk si blekok, kuntul, atau burung lainnya. Tapi mereka menjadikannya rumah untuk beranak-pinak. Sejak dulu saya berusaha menjaga habitat ini,” ujar Ujang Syafaat, Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Cisaranten Kidul, yang telah lama peduli dengan kelestarian Kampung Blekok.


Menurut Ujang, tahun 1990-an adalah awal mula kedatangan burung blekok ke Gedebage. Lingkungan yang masih berupa rawa dan persawahan saat itu menjadi habitat ideal bagi mereka. Namun, perkembangan kota yang masif telah menggerus sebagian besar rumah alami burung-burung tersebut. Banyak dari mereka yang pergi dan tidak pernah kembali.


Kampung Blekok, Rumah bagi Keanekaragaman Hayati

Meski habitatnya menyusut, Kampung Blekok tetap menjadi tempat tinggal bagi beberapa jenis burung air. Selain blekok sawah, terdapat kuntul kecil (Egretta garzetta), kuntul kerbau, koreo padi (Amaurornis phoenicurus), dan koak malam (Nycticorax nycticorax). Suara burung-burung ini yang beraktivitas di pagi dan sore hari menjadi penanda bahwa alam masih berdenyut di tengah hiruk-pikuk kota.


Namun, ancaman terus menghantui. Alih fungsi lahan di Gedebage sebagai kawasan urban membuat habitat alami semakin terdesak. Tidak hanya kehilangan rumah, burung-burung ini juga terancam oleh aktivitas manusia yang kurang peduli terhadap lingkungan.


Melindungi Kampung Blekok, Melestarikan Kehidupan

Upaya melindungi Kampung Blekok kini diperkuat dengan aturan hukum. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandung No. 11 Tahun 2005, merusak habitat atau memperjualbelikan burung blekok dapat dikenai denda hingga Rp5 juta beserta sanksi administrasi lainnya. Aturan ini menjadi langkah penting untuk menjaga kelestarian ekosistem di Kampung Blekok.


Tidak hanya itu, kesadaran masyarakat juga mulai tumbuh. Ujang, yang telah mengedukasi warga sejak 1995, terus mengajak mereka untuk hidup berdampingan dengan burung-burung ini. Ia percaya bahwa keberadaan burung blekok bukanlah ancaman, melainkan bagian penting dari ekosistem yang perlu dijaga.


Harapan untuk Kampung Blekok

Kampung Blekok di Rancabayawak adalah simbol perjuangan antara alam dan modernisasi. Di tengah derasnya pembangunan, tempat ini menjadi bukti bahwa manusia dan satwa bisa hidup berdampingan. Namun, mempertahankan surga kecil ini bukan perkara mudah. Perlu dukungan dari masyarakat, pemerintah, dan semua pihak untuk memastikan Kampung Blekok tetap menjadi rumah bagi burung-burung air dan generasi mendatang bisa melihat keindahan ini.


Gedebage mungkin telah berubah, tetapi Kampung Blekok mengingatkan kita akan pentingnya menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian lingkungan. Di balik rumpun bambu yang tersisa, tersimpan harapan besar untuk masa depan alam yang lebih lestari.

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)