![]() |
Kerupuk Dapros Khas Kadungora (sumber : pinterest) |
Jika Anda sering melintasi jalur Bandung-Garut, ada pemandangan khas yang mungkin tak pernah luput dari perhatian: hamparan jemuran kerupuk Dapros berwarna-warni yang mengering di bawah matahari. Terbentang di halaman rumah-rumah warga di Kampung Panyaweran, Desa Gandamekar, Kadungora, pemandangan ini seakan menjadi ciri khas daerah tersebut. Namun, di balik keindahan warna-warna cerah itu, tersimpan cerita tentang ketekunan, warisan keluarga, dan cita rasa yang telah bertahan selama lebih dari dua dekade.
Salah satu sosok di balik kejayaan kerupuk Dapros adalah Enen, pria paruh baya yang telah mendedikasikan hidupnya untuk usaha ini selama 27 tahun. Sejak awal merintis, ia tak pernah menyangka bahwa bisnis rumahan ini akan berkembang hingga dikenal di berbagai kota, dari Jawa Barat hingga Banten dan Lampung. Kini, pesanan kerupuknya datang silih berganti, membuat dapurnya tak pernah sepi dari aktivitas. “Dulu saya harus datang ke pasar-pasar menawarkan kerupuk, tapi sekarang pelanggan yang datang sendiri ke rumah,” ujar Enen dengan bangga.
![]() |
Pak Enen Menjemur Dapros (sumber : desk jabar) |
Produksi kerupuk Dapros di rumah Enen bukan hanya sekadar usaha, melainkan sudah menjadi tradisi keluarga. Proses pembuatannya melibatkan hampir seluruh anggota keluarga, dari anak, menantu, hingga cucu. Mereka bekerja sama mulai dari mencampur bahan—beras dan tepung kanji—hingga menjemur lembaran kerupuk mentah di bawah sinar matahari. “Anak dan cucu saya banyak yang bisa membuat kerupuk Dapros karena belajar dari saudaranya yang lebih dulu bisa,” kata Enen.
Salah satu cucunya, Nissa Agustin, yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, ikut membantu saat liburan sekolah. Dengan tangan cekatan, ia mencetak adonan kerupuk ke dalam tampah, meratakan dengan hati-hati sebelum dijemur. Tak sekadar membantu, ia juga mendapat upah dari sang kakek. “Setiap tampah yang saya cetak, saya dibayar Rp5.000. Kalau libur panjang, bisa terkumpul hingga sejuta rupiah. Lumayan, daripada main tidak jelas,” ucapnya sambil tersenyum.
Dalam momen-momen tertentu seperti Idul Fitri dan Idul Adha, pesanan kerupuk Dapros melonjak tajam. Pada masa-masa ini, produksi bisa mencapai satu kuintal sehari. Tak heran, halaman rumah Enen dipenuhi tampah-tampah kerupuk yang dijemur, menciptakan pemandangan khas yang menandakan geliat usaha keluarga ini. Dengan harga Rp30.000 per kilogram, kerupuk Dapros banyak dibeli dalam jumlah besar, terutama oleh pelanggan setia yang menjualnya kembali ke berbagai daerah.
Tanpa disadari, usaha yang dibangun Enen telah menjadi lebih dari sekadar bisnis keluarga. Ini adalah warisan, sebuah cerita tentang ketekunan, kerja keras, dan kebersamaan yang terus berdenyut seiring berjalannya waktu. Selama ada tangan-tangan terampil yang terus menjaga tradisi, kerupuk Dapros akan tetap renyah, gurih, dan dicintai dari generasi ke generasi.