![]() |
Wignyo Rahadi di workshop Tenun Gaya (sumber : facebook/Wignyo Rahadi) |
Tak ada yang menyangka jika ketertarikan Wignyo Rahadi pada dunia tenun bermula dari pekerjaannya sebagai Manajer Pemasaran di sebuah perusahaan benang sutra. Tahun 1995 menjadi titik awal perjalanannya menyelami dunia wastra Indonesia. Kala itu, Wignyo kerap berinteraksi langsung dengan para pengrajin batik dan tenun dalam rangka mempromosikan benang sutera. Dari situ, cintanya terhadap seni tenun tradisional tumbuh dan bersemi.
Ketertarikan itu tak berhenti sebagai kekaguman semata. Wignyo kemudian menyelami lebih dalam teknik-teknik menenun, khususnya menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Hingga akhirnya, pada tahun 2000, ia mendirikan usaha tenunnya sendiri di Sukabumi, Jawa Barat, dengan nama yang mencerminkan visinya: TENUN GAYA.
Selama lebih dari dua dekade, Wignyo tak henti berinovasi dalam desain dan teknik pembuatan kain tenun ATBM. Dari tangannya lahir berbagai kreasi motif baru seperti anyaman bintik, salur bintik, hingga benang putus. Semuanya membawa sentuhan khas etnik kontemporer yang segar namun tetap berpijak pada akar budaya. Ia memadukan nuansa tradisional dengan selera modern, menciptakan karya yang bisa diterima lintas generasi.
Tak hanya terbatas pada kain, sarung, atau selendang, Wignyo juga menghadirkan busana siap pakai yang modis dan elegan—mulai dari blouse, dress, kebaya modern, hingga kemeja pria. Koleksi-koleksinya pun telah melanglang buana, tampil dalam berbagai ajang pameran dan fashion show di dalam negeri maupun luar negeri seperti Prancis, Rusia, Dubai, Jepang, Thailand, hingga Filipina.
Wignyo tak berjalan sendiri. Ia aktif menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak—pemerintah, lembaga swasta, hingga organisasi nirlaba. Beberapa di antaranya seperti Bank Indonesia, Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas), hingga Cita Tenun Indonesia (CTI), turut serta dalam misi besar Wignyo untuk membina dan meningkatkan kemampuan para pengrajin tenun di berbagai daerah.
Melalui pendekatan yang inklusif, Wignyo telah membantu merevitalisasi berbagai jenis tenun tradisional dari pelosok Nusantara. Mulai dari Tenun Masalili, Buton, dan Wakatobi dari Sulawesi Tenggara; Tenun Pringgasela dan Songket Sumbawa dari NTB; hingga Songket Sambas dan Tenun Lunggi dari Kalimantan Barat. Bahkan ia turut mengangkat kain khas seperti Ulos dari Sumatera Utara, Tapis dari Lampung, hingga Batik Lebak dari Banten.
Salah satu langkah cerdas Wignyo dalam mempromosikan wastra Nusantara adalah dengan menggelar fashion show di lokasi-lokasi wisata bersejarah. Ia memadukan keindahan budaya dengan kekayaan alam dan sejarah, seperti ketika menampilkan Tenun Masalili di Taman Bakau Kendari, Ulos di Pulau Musala Sibolga, Batik Betawi di Pasar Seni Ancol, dan Batik Jambi di Candi Muaro Jambi. Ini bukan sekadar pertunjukan mode, tapi juga strategi promosi wisata berbasis budaya yang mengesankan.
Rangkaian inovasi dan dedikasi Wignyo membuahkan berbagai penghargaan bergengsi. Di antaranya, UNESCO Award of Excellence untuk produk selendang bermotif Rang-Rang dari Nusa Penida (2012), serta World Craft Council Award untuk motif Tabur Bintang dari Sumatera Barat dan Ulos Ragidup dari Sumatera Utara (2014). Ia juga meraih juara dalam Lomba Selendang Indonesia Adiwastra Nusantara tahun 2018 dengan selendang Tapis Motif Belah Ketupat.
![]() |
Salah satu pekerja sedang menenun (sumber : facebook/Wignyo Rahadi) |
Atas komitmennya dalam memberdayakan pengrajin dan mengembangkan industri tenun, pemerintah memberikan penghargaan UPAKARTI di tahun 2014, dan One Village One Product (OVOP) bintang 4 dari Kementerian Perindustrian pada 2015 untuk kiprahnya di Sukabumi.
Menariknya, karya-karya Wignyo tak hanya dikagumi masyarakat umum, tapi juga dikenakan para tokoh penting. Presiden Joko Widodo dan Ibu Iriana, mantan Presiden SBY dan keluarga, hingga Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong pernah tampil mengenakan rancangan khas Wignyo. Bahkan, karyanya dipercaya sebagai seragam resmi untuk berbagai event kenegaraan, seperti Trade Expo Indonesia sejak 2012 hingga 2020.
Tak berhenti sebagai perancang, Wignyo juga aktif menggerakkan komunitas melalui berbagai organisasi. Ia menjabat sebagai National Vice Chairman Indonesian Fashion Chamber, staf ahli Dekranas, hingga menjadi bagian dari Dewan Serat Indonesia dan IKRA Indonesia. Semua perannya itu ia jalani dengan satu tujuan: melestarikan, mengembangkan, dan memajukan tenun Indonesia agar tetap hidup dan relevan di panggung global.