Kisah Terowongan Lampegan Terowongan Tertua di Indonesia Serta Misteri yang Mengiringinya

Jabar Tourism
3 minute read
0

Terowongan Lampegan (sumber : pinterest)
Terowongan Lampegan merupakan salah satu terowongan kereta api tertua di Indonesia dan yang pertama dibangun di Jawa Barat. Dibangun pada tahun 1879 hingga 1882, terowongan ini terletak di Pasir Gunung Keneng, Desa Cibokor, Kecamatan Campaka Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.


Pembangunan terowongan ini dilakukan oleh Perusahaan Kereta Api Negara Staatspoorwegen (SS) untuk mendukung jalur kereta api Sukabumi-Cianjur yang membentang sejauh 39 kilometer. Jalur ini menjadi bagian dari rute strategis yang menghubungkan Bogor, Sukabumi, dan Bandung.


Proses pembangunan Terowongan Lampegan menghadapi banyak kendala, terutama karena harus menembus Gunung Kancana. Namun, setelah bagian tengah gunung diledakkan menggunakan dinamit, konstruksi dapat berjalan lebih lancar. Akhirnya, pada tahun 1882, terowongan ini resmi digunakan setelah diresmikan oleh pejabat tinggi Hindia Belanda serta tokoh lokal.


Acara peresmian tersebut dihadiri oleh pejabat Hindia Belanda dari Batavia dan Priangan, termasuk Gubernur Hindia Belanda saat itu, Cornelis Pijnacker Hordik, serta Bupati R.A.A. Prawiradireja. Untuk memeriahkan acara, pemerintah kolonial mengundang Nyi Sadea, seorang penari ronggeng terkenal dari daerah tersebut. Bersama dua rekannya, Nyi Sadea menampilkan tarian tradisionalnya di depan mulut terowongan, di bawah cahaya lampu pijar dan rintik hujan.


Namun, kejadian aneh terjadi setelah pertunjukan selesai. Saat berteduh di dalam terowongan karena hujan semakin deras, Nyi Sadea mendengar suara yang memanggilnya. Ia berjalan masuk ke dalam terowongan dan tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Hingga kini, legenda menyebutkan bahwa Nyi Sadea telah diambil oleh penguasa gaib setempat atau bahkan dijadikan tumbal pembangunan terowongan. Sebagian warga percaya bahwa arwahnya masih sering menampakkan diri di sekitar terowongan, terkadang terlihat sebagai sosok perempuan berkebaya merah.


Asal-Usul Nama Lampegan

Terowongan Lampegan Dahulu (sumber : pinterest)
Terdapat beberapa teori mengenai asal-usul nama "Lampegan." Salah satu versi menyebutkan bahwa nama ini berasal dari mandor proyek bernama Van Beckman yang selalu berteriak "Lamp pegang!" ketika memasuki terowongan untuk memeriksa pekerjanya. Versi lain menyatakan bahwa istilah ini berasal dari perintah masinis yang meneriakkan "Lampen aan!" (bahasa Belanda untuk "Nyalakan lampu!") agar lampu dalam gerbong dinyalakan saat melewati terowongan. Sementara itu, ada pula pendapat yang menghubungkan nama Lampegan dengan jenis pohon kecil yang disebutkan dalam Kamus Sunda-Indonesia.


Peta topografi tahun 1908 menunjukkan bahwa terowongan ini dibangun menembus batuan antara Gunung Lampegan dan Gunung Kendeng. Nama Lampegan juga dikaitkan dengan perkebunan yang berada di sekitar lokasi tersebut. Keberadaan stasiun di dekat terowongan ini pun disesuaikan dengan nama geografis yang sudah lebih dahulu dikenal masyarakat.


Peran Strategis dan Perubahan Zaman

Terowongan Lampegan Dahulu (sumber : pinterest)
Pada masa kolonial, jalur kereta api yang melintasi Lampegan memiliki nilai ekonomi tinggi, terutama karena menghubungkan daerah perkebunan di Priangan. Setelah lintasan ini diaktifkan, banyak perusahaan perkebunan yang memanfaatkan jalur kereta api untuk mengangkut hasil produksi mereka. Bahkan, Stasiun Lampegan menjadi alamat resmi bagi beberapa perusahaan perkebunan.


Setelah masa Hindia Belanda berakhir dan Jepang menguasai wilayah ini (1942-1945), Terowongan Lampegan menjadi lokasi strategis bagi militer Jepang. Pos penjagaan dibangun untuk mempertahankan wilayah tersebut. Di akhir masa pendudukan Jepang, terowongan ini menjadi tempat pertempuran antara pemuda Indonesia dan tentara Jepang dalam usaha merebut senjata. Setelah Jepang pergi, Belanda kembali menguasai daerah ini, dan terowongan pun menjadi saksi duel mortir antara Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan pasukan KNIL.


Pada awal tahun 2000-an, Terowongan Lampegan mengalami kerusakan akibat rembesan air dan longsor di bagian mulut terowongan. Akibatnya, pemerintah melakukan renovasi pada tahun 2001, yang mengakibatkan panjang terowongan berkurang menjadi 415 meter.


Stasiun Lampegan (sumber : pinterest)
Saat ini, jalur kereta api yang melewati Lampegan masih digunakan, meskipun stasiunnya tidak lagi seaktif masa lalu. Stasiun ini hanya disinggahi oleh Kereta Api Siliwangi yang melayani rute Ciranjang, Cianjur, dan Sukabumi. Seiring berkurangnya aktivitas ekonomi di sekitar stasiun, warga setempat sering menggunakan terowongan sebagai jalan pintas antara Cireungas, Sukabumi, dan Lampegan, Cianjur.


Meskipun sudah tidak lagi menjadi pusat aktivitas ekonomi seperti dahulu, Stasiun Lampegan masih memiliki potensi wisata. Letaknya yang dekat dengan Situs Megalitikum Gunung Padang menjadikannya jalur strategis bagi wisatawan yang ingin mengunjungi kawasan bersejarah tersebut. Dengan keunikan sejarahnya dan kisah-kisah mistis yang menyertainya, Terowongan Lampegan tetap menjadi saksi bisu perjalanan panjang transportasi kereta api di Indonesia.

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)