![]() |
Tradisi Labuh Saji (sumber : pinterest) |
Pantai Palabuhanratu menjadi salah satu destinasi wisata yang populer karena keindahan alamnya yang memikat. Air lautnya yang biru dan pemandangannya yang eksotis selalu menarik wisatawan. Untuk mencapai lokasi ini, Anda harus menempuh perjalanan sejauh 60 kilometer ke arah selatan dari Kota Sukabumi, yang membutuhkan waktu sekitar dua jam jika berkendara.
Selain keindahan alamnya, Palabuhanratu juga terkenal dengan tradisi lokalnya yang disebut Labuh Saji. Tradisi ini merupakan bagian dari perayaan pesta laut yang sudah berlangsung secara turun-temurun sejak era kolonial Belanda. Menurut Budayawan Sukabumi, Asep Nurbagelar, upacara Labuh Saji kini juga dirangkaikan dengan Hari Nelayan yang diperingati setiap tanggal 6 April.
Asep menjelaskan bahwa Hari Nelayan mulai dirayakan sejak era Orde Baru, sekitar tahun 1960. Tradisi ini menggabungkan momen Labuh Saji dengan perayaan nasional pada tanggal tersebut, sehingga setiap tahunnya dirayakan secara meriah.
Rasa Syukur dan Penghormatan
![]() |
Ritual Labuh Saji (sumber : pinterest) |
Labuh Saji merupakan wujud rasa syukur kepada Tuhan atas berkah hasil tangkapan ikan yang melimpah. Selain itu, tradisi ini juga menjadi bentuk penghormatan kepada Puun atau pemimpin Palabuhanratu, yaitu Putri Mayang Sagara. Menurut Asep, Putri Mayang Sagara dikenal sebagai sosok yang gagah, karismatik, dan peduli terhadap masyarakat nelayan.
"Sebagai pemimpin, beliau menciptakan tradisi ini untuk membahagiakan rakyat, sekaligus sebagai bentuk syukur atas kelimpahan hasil laut," ujar Asep. Berkat hubungan yang harmonis antara pemimpin dan rakyat, wilayah Palabuhanratu menjadi makmur.
Nama Labuh Saji sendiri berasal dari kata "labuh" yang berarti melepas atau menjatuhkan, dan "saji" yang bermakna sesaji. Dulu, tradisi ini dilakukan dengan melarung kepala kerbau ke laut sebagai persembahan. Namun, kini tradisi tersebut telah mengalami perubahan, dengan mengganti persembahan kepala kerbau menjadi pelepasan benih ikan, tukik (anak penyu), atau benih lobster ke laut.
Konservasi dan Keberlanjutan
Bupati Sukabumi, Marwan Hamami, menjelaskan bahwa Labuh Saji saat ini juga bertujuan untuk menjaga kelestarian ekosistem laut Palabuhanratu. Pelepasan tukik atau benih lobster diharapkan mampu menjaga keseimbangan alam dan meningkatkan hasil tangkapan nelayan di masa depan.
Ketua Festival dan Gelar Budaya Hari Nelayan ke-64, Sep Radi Priadika, menyebutkan bahwa upaya ini membawa dampak positif bagi masyarakat nelayan. Menurutnya, hasil laut semakin melimpah sehingga meningkatkan kesejahteraan nelayan.
"Beberapa tahun terakhir, jumlah ikan yang muncul meningkat, termasuk jenis-jenis ikan pelagis seperti tongkol, layur, dan kakap. Para nelayan merasa bahagia dengan melimpahnya sumber daya alam," jelasnya.
Senada dengan itu, Kepala Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Yusuf Fathanah, mencatat adanya peningkatan signifikan dalam produksi ikan. Tahun 2023, produksi mencapai 7.000 ton, naik dari 4.000 ton pada tahun sebelumnya. Yusuf menilai hal ini sebagai bukti keberhasilan program ekonomi biru yang digagas pemerintah.
Mendukung Ekonomi Biru
Konsep ekonomi biru atau blue economy bertujuan untuk memanfaatkan sumber daya laut secara berkelanjutan, sambil menjaga kesehatan ekosistem. Salah satu kebijakan utamanya adalah Penangkapan Ikan Terukur (PIT), yang mengatur kuota penangkapan ikan sesuai zona dan memastikan keberlanjutan sumber daya laut.
Kebijakan ini tidak hanya bertujuan untuk melestarikan ekosistem laut, tetapi juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal dan kesejahteraan nelayan, khususnya nelayan kecil. Palabuhanratu, sebagai salah satu pusat perikanan di Indonesia, siap mendukung program ini untuk menjaga keberlanjutan hasil laut dan ekosistem yang ada. "Dengan adanya program ini, Palabuhanratu menjadi ujung tombak dalam mengimplementasikan kebijakan penangkapan ikan berbasis zona dan kuota," tutup Yusuf.