Kesenian Tarawangsa Rancakalong Sumedang Warisan Budaya Kearifan Lokal yang Bertahan di Tengah Gempuran Perkembangan Zaman

Jabar Tourism
2 minute read
0

Tarawangsa Rancakalong (sumber : Facebook/ KIM rancakalong)

Di tengah derasnya arus modernisasi, masih ada nada-nada tradisi yang bertahan melawan waktu. Salah satunya adalah kesenian Tarawangsa, alunan musik khas Sumedang, Jawa Barat, yang tetap hidup dan lestari di Kampung Cibunar, Rancakalong. Lebih dari sekadar hiburan, Tarawangsa adalah cerminan kearifan lokal yang mengandung nilai luhur dan spiritual.


Awalnya, seni Tarawangsa lahir sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang melimpah. Seiring berjalannya waktu, kesenian ini berkembang menjadi pertunjukan yang menggabungkan musik, tari, dan nyanyian. Dengan harmoni yang khas, Tarawangsa menjadi medium komunikasi antara manusia dan alam, antara yang nyata dan yang spiritual.


Keunikan Tarawangsa terletak pada alat musiknya. Instrumen utamanya adalah biola tradisional dua senar, yang oleh masyarakat setempat disebut "Ngek Ngek" atau Tarawangsa itu sendiri. Musik ini semakin kaya dengan kehadiran Kacapi, atau yang lebih dikenal sebagai Jentreng, serta Kendang yang memperkuat irama. Perpaduan alat-alat ini menciptakan alunan yang merdu dan menggetarkan jiwa.


Tarawangsa tidak hanya tentang bunyi, tetapi juga cerita. Setiap irama yang dimainkan memiliki filosofi tersendiri. Misalnya, irama Barung yang penuh energi biasanya mengiringi tarian dinamis, sedangkan Seureuh menghadirkan nuansa yang lebih tenang dan syahdu. Musik ini bukan sekadar sarana hiburan, tetapi juga media penyampaian pesan moral, nasihat, dan kisah-kisah rakyat yang sarat makna.


Di balik alunannya, Tarawangsa juga mengajarkan nilai-nilai luhur seperti gotong royong, kebersamaan, dan keikhlasan dalam bersyukur kepada Sang Pencipta. Setiap gerakan tari dan denting nada mengandung doa dan harapan bagi kesejahteraan bersama.


Menjaga Tradisi di Tengah Tantangan Zaman

Ibing Tarawangsa Rancakalong (sumber : Facebook/Sobarkah Dwi)

Seperti banyak kesenian tradisional lainnya, Tarawangsa menghadapi tantangan besar di era modern. Gelombang hiburan digital dan minimnya regenerasi seniman menjadi ancaman nyata bagi keberlangsungan warisan ini. Ditambah lagi, pembuatan alat musik Tarawangsa masih bergantung pada segelintir pengrajin yang jumlahnya semakin sedikit.


Namun, harapan belum padam. Berbagai komunitas dan sanggar seni di Sumedang berjuang untuk mempertahankan eksistensi Tarawangsa. Program pelatihan bagi generasi muda dan festival budaya yang didukung oleh pemerintah daerah menjadi upaya nyata dalam menjaga agar nada-nada sakral ini tidak pudar.


Tarawangsa bukan sekadar musik, tetapi identitas budaya yang harus terus dijaga. Selama masih ada mereka yang bersedia mendengarkan, memahami, dan meneruskan tradisi ini, alunan Tarawangsa akan tetap hidup, merdu, dan sakral di hati masyarakat Sumedang dan Indonesia.

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)