Sejarah Bandrek Abah: Oleh-oleh Khas Ciwidey yang Melegenda

Jabar Tourism
3 minute read
0

Bandrek Abah Khas Ciwidey (sumber : facebook/Rose's Moorlife Bandung)

Bandrek, minuman tradisional khas Jawa Barat, telah lama menjadi favorit masyarakat karena cita rasanya yang khas dan manfaatnya yang menghangatkan tubuh. Salah satu merek bandrek yang paling dikenal di kawasan Ciwidey, Kabupaten Bandung, adalah Bandrek Abah. Minuman ini dengan mudah ditemukan di berbagai toko oleh-oleh di sepanjang jalur wisata Kabupaten Bandung dan kini juga sudah tersedia secara online.


Bandrek Abah telah eksis sejak tahun 1982, namun kisahnya bermula lebih awal. Sobana, sang pemilik, mendapatkan inspirasi dari ayahnya sendiri, yang dahulu berjualan bandrek keliling di sekitar pemandian air panas Kampung Cimanggu, Desa Patengan, Rancabali, Bandung. Kala itu, bandrek yang dijual ayahnya masih dalam bentuk siap minum, berbeda dengan inovasi Sobana yang kemudian mengemasnya dalam botol seperti sirup.


Gagasan untuk membuat bandrek dalam kemasan botol muncul ketika Sobana mendengar ada bandrek di Kota Bandung yang dijual dalam bentuk serupa dan cukup laris. Keinginan itu semakin kuat hingga akhirnya pada tahun 1979, ia nekat berbohong kepada orang tuanya dengan alasan ingin mencari pekerjaan di Jakarta. Dengan uang Rp 20 ribu yang diberikan ayahnya, ia justru membeli bahan-bahan untuk meracik bandrek. Namun, upayanya gagal.


Ketika kebohongannya terbongkar, ia diminta mengganti uang tersebut. Sobana pun bekerja keras menjual kayu bakar hingga akhirnya bisa mengumpulkan modal lagi. Dengan dukungan dan resep dari ayahnya, ia mencoba kembali membuat bandrek, kali ini dengan membeli 5 kg gula merah dan bahan-bahan lainnya. Dari sinilah, lahir Bandrek Abah, nama yang diberikan langsung oleh sang ayah.


Meski telah berhasil menciptakan bandrek dalam botol, perjalanan Sobana tidak lantas mulus. Ketika pertama kali mencoba memasarkan produknya, banyak toko oleh-oleh yang menolak karena konsep bandrek dalam botol dianggap aneh. Ia bahkan sempat ditertawakan oleh para pemilik warung.


Namun, titik balik terjadi ketika seorang pemilik toko oleh-oleh bernama Ibu Yani di Kampung Warung bersedia menjual Bandrek Abah bersamaan dengan Kalua Jeruk. Tak disangka, bandrek buatannya laris manis. Sejak saat itu, toko-toko yang sebelumnya menolak justru mulai meminta Bandrek Abah untuk dijual. Seiring waktu, popularitasnya meningkat dan permintaan pun melonjak. Produksi yang awalnya hanya menggunakan 5 kg gula merah terus bertambah hingga kini mencapai 5 ton.


Dalam proses produksinya, Bandrek Abah dibuat dari bahan utama gula merah yang dipadukan dengan jahe, kayu manis, dan pala. Semua bahan direbus dalam tungku hingga matang, lalu dikemas dalam botol. Jika dulu proses memasaknya bisa memakan waktu satu setengah jam karena masih menggunakan tungku tradisional, kini prosesnya lebih efisien hanya dalam waktu setengah jam.


Saat ini, pabrik Bandrek Abah mampu memproduksi sekitar 2.000 hingga 3.000 botol per bulan yang didistribusikan ke berbagai toko oleh-oleh di Bandung. Sebelum pandemi, Sobana bahkan sempat mengirimkan produknya ke berbagai rumah makan khas Sunda di Jakarta hingga Bali. Meski sempat terdampak pandemi, Bandrek Abah tetap eksis dengan harga Rp 30 ribu per botol dari pabrik dan dijual di toko-toko seharga Rp 35 ribu.


Dengan sejarah panjang dan cita rasa khasnya, Bandrek Abah kini menjadi oleh-oleh wajib bagi wisatawan yang berkunjung ke Ciwidey. Perjalanan panjang penuh perjuangan Sobana membuktikan bahwa inovasi dan ketekunan dapat mengubah usaha kecil menjadi produk legendaris yang melekat di hati masyarakat. Jika Anda berkunjung ke Ciwidey, jangan lupa membawa pulang sebotol Bandrek Abah untuk dinikmati bersama keluarga!


Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)