![]() |
Payung Geulis Tasikmalaya (sumber: google maps/Payung Geulis Karya Utama) |
Kota Tasikmalaya yang dikenal sebagai "Kota Santri" dan keramahan khas Priangan Timur, ternyata menyimpan sebuah mahakarya budaya yang tak hanya cantik dipandang, tetapi juga kaya akan sejarah dan nilai estetika. Dialah Payung Geulis, sebuah simbol warisan budaya yang telah menjadi ikon kota sejak awal abad ke-20. Nama “Geulis” sendiri dalam bahasa Sunda berarti cantik atau elok. Maka tak heran bila kerajinan ini bukan sekadar payung pelindung dari hujan atau terik matahari, melainkan karya seni penuh pesona yang menjelma jadi identitas kota.
Kisah Payung Geulis bermula dari seorang tokoh bernama H. Muhyi, yang hidup di Kelurahan Panyingkiran, Kecamatan Indihiang, sekitar tahun 1930-an. Saat itu, kebutuhan akan alat pelindung saat berladang membuatnya berinisiatif menciptakan payung dari kertas. Namun siapa sangka, upaya sederhana itu justru memicu geliat industri kerajinan yang tak hanya bertahan puluhan tahun, tapi juga menembus pasar internasional. Dari ladang-ladang kecil Tasikmalaya, Payung Geulis perlahan mengembangkan sayap hingga ke Eropa, Amerika, bahkan Asia.
Yang menjadikan Payung Geulis begitu istimewa bukan hanya fungsinya, tetapi proses pembuatannya yang nyaris sepenuhnya dilakukan secara manual. Setiap detailnya dikerjakan dengan tangan—dari merangkai kerangka bambu, melapisinya dengan kain atau kertas, hingga merapikan bagian ujungnya menggunakan kanji. Dalam tahap ini, ada satu proses unik yang disebut ngararawat, yaitu menghias bagian dalam payung dengan benang warna-warni yang ditata sedemikian rupa hingga menambah kesan artistik.
![]() |
Pengrajin Payung Geulis Tasikmalaya (sumber: google maps/Payung Geulis Karya Utama) |
Proses pewarnaan dan pengeringan pun tidak sembarangan. Payung yang sudah diberi kanji harus dijemur di bawah sinar matahari hingga benar-benar kering dan keras. Setelah itu barulah dilakukan tahap pengecatan dan lukisan. Motif yang paling sering muncul adalah bunga-bunga indah berwarna cerah, menyiratkan semangat dan keanggunan perempuan Sunda yang menjadi inspirasi utama kerajinan ini.
Seiring perkembangan zaman, fungsi Payung Geulis pun ikut bergeser. Bila dulu ia setia menemani pemiliknya dalam cuaca terik dan hujan, kini kehadirannya lebih banyak ditemukan sebagai elemen dekoratif. Kantor pemerintahan, panggung acara budaya, hingga pernikahan adat Sunda sering kali menjadikan Payung Geulis sebagai hiasan utama yang mempercantik suasana. Bahkan tak sedikit yang menjadikannya koleksi seni di ruang-ruang pribadi maupun galeri internasional.
Sentra kerajinan Payung Geulis di Panyingkiran tetap hidup hingga kini, menjadi saksi bisu bagaimana sebuah ide sederhana mampu berkembang menjadi kekuatan ekonomi sekaligus duta budaya yang memperkenalkan Tasikmalaya ke mata dunia. Dalam setiap lekuk lukisan bunga dan benang berwarna yang menghiasi payung itu, tersimpan cerita perjuangan, kreativitas, dan cinta masyarakat Tasik terhadap tradisinya. Sebuah warisan budaya yang bukan hanya layak dilestarikan, tetapi juga dibanggakan.