![]() |
Kesenian Rengkong (sumber : pinterest) |
Ketika membicarakan Jawa Barat, yang terlintas bukan hanya pesona alamnya yang menawan, tapi juga budaya yang tumbuh dari tanah dan kearifan lokal yang tak lekang oleh waktu. Di balik hijaunya hamparan sawah dan sejuknya udara pegunungan, tersimpan seni tradisi yang menjadi denyut nadi masyarakat Sunda. Salah satu yang paling unik dan sarat makna adalah rengkong—kesenian khas Sunda yang lahir dari kehidupan agraris.
Jika Anda berkesempatan mengunjungi Kampung Adat Sinarresmi di Sukabumi, jangan lewatkan momen langka bernama Seren Taun, sebuah tradisi tahunan yang merayakan datangnya panen raya. Dalam ritual ini, hasil bumi diarak dalam dongdang—semacam tandu tradisional—yang dihiasi dengan indah. Namun yang membuat acara ini istimewa bukan hanya barisan dongdang, melainkan lantunan suara bambu dari kesenian rengkong yang mengiringinya.
Rengkong adalah kesenian tradisional Sunda yang menggabungkan bunyi alam, gerak ritmis, dan kekuatan budaya. Namanya diambil dari alat pengangkut beras yang dulu digunakan para petani, terbuat dari bambu gombong yang panjangnya sekitar dua meter. Bambu ini dikaitkan dengan tali injuk (serat pohon aren) dan tandan padi seberat lebih dari lima kilogram. Saat para pemain menggerakkannya, tali injuk akan bergesekan dengan bambu, menghasilkan suara nyaring yang khas. Bayangkan suara-suara itu dimainkan serempak oleh enam orang dalam satu barisan—hasilnya adalah irama yang meriah dan menggugah.
Yang menarik, seluruh bahan dalam kesenian ini berasal dari alam: bambu, daun pisang kering sebagai umbul-umbul, tali injuk, dan padi hasil panen. Pemain rengkong biasanya adalah pria dewasa yang mengenakan pakaian adat Sunda: baju kampret, celana pangsi hitam, dan iket atau totopong sebagai penutup kepala. Tak hanya sekadar pertunjukan, penampilan mereka menjadi simbol penghormatan terhadap alam dan leluhur.
Sayangnya, rengkong kini hanya bisa dinikmati setahun sekali, tepatnya saat upacara Seren Taun digelar. Di Kampung Adat Sinarresmi —salah satu situs budaya yang di Jawa Barat—ritual ini dirayakan dengan semarak dan menjadi daya tarik wisatawan domestik maupun mancanegara. Helaran dongdang yang menjadi puncak acara selalu diiringi oleh pertunjukan seni tradisional, dan rengkong adalah salah satu yang paling dinanti.
Acara ini bukan sekadar festival budaya, tapi juga pengalaman spiritual dan edukatif. Anda bisa menyaksikan langsung bagaimana masyarakat Sunda menghargai siklus alam dan menjadikan kesenian sebagai media doa dan syukur. Tak heran jika banyak pengunjung merasa seperti dibawa ke masa lalu—ke era ketika bunyi bambu dan langkah para petani adalah bagian dari kehidupan sehari-hari.
Rengkong kini mulai jarang dimainkan. Banyak anak muda yang belum mengenalnya, apalagi memainkannya. Padahal, kesenian ini menyimpan filosofi penting tentang harmoni antara manusia dan alam. Jika tidak dijaga, bukan tidak mungkin rengkong akan hilang dari ingatan kita.
Melalui wisata budaya seperti Seren Taun, kita bisa ikut ambil bagian dalam pelestarian warisan ini. Bukan hanya menikmati pertunjukannya, tetapi juga memahami makna di balik setiap gerak dan suara yang dihasilkan. Menyaksikan rengkong bukan hanya tentang melihat pertunjukan, tapi juga merasakan denyut kehidupan masyarakat Sunda yang penuh kesederhanaan, kekompakan, dan penghormatan terhadap alam.
Jika Anda mencari pengalaman wisata yang berbeda dari sekadar berswafoto di tempat hits, datanglah ke Kampung Adat Sinarresmi saat Seren Taun berlangsung. Bawa serta keluarga dan anak-anak agar mereka bisa belajar langsung dari akar budaya bangsa. Nikmati makanan khas, ramah tamah masyarakat lokal, dan tentu saja: suara bambu rengkong yang tak akan Anda temukan di tempat lain.
Rengkong bukan hanya seni—ia adalah warisan, pesan, dan pengingat bahwa seni dan budaya tumbuh dari tanah, dari keringat, dan dari hati yang bersyukur.