![]() |
Gedung Bank Indonesia di Cirebon (sumber : google maps/rendy Armanto) |
Menyusuri kota-kota tua di Jawa Barat seperti Bandung, Bogor, dan Cirebon, kita seolah diajak menyibak lembaran sejarah yang masih hidup dalam bentuk fisik: gedung-gedung bergaya kolonial yang berdiri kokoh di tengah hiruk-pikuk modernitas. Dari jendela-jendela lengkung besar, pilar-pilar megah, hingga atap-atap tinggi berhias kubah, semua itu bukan sekadar bangunan biasa. Mereka adalah saksi bisu zaman kolonial yang menyimpan cerita panjang tentang peradaban, kekuasaan, hingga dinamika ekonomi yang membentuk wajah kota masa kini.
Salah satu bangunan yang menyimpan banyak cerita adalah Gedung Bank Indonesia di Cirebon. Bukan hanya megah dan menawan dari sisi arsitektur, gedung ini juga memiliki nilai sejarah yang tinggi sebagai bagian dari perjalanan ekonomi Hindia Belanda hingga Indonesia merdeka. Di balik dinding-dinding tebal dan desainnya yang khas, tersimpan kisah tentang peran Cirebon dalam perekonomian masa lampau serta tangan-tangan arsitek ternama yang turut membentuk citra kota.
Gedung Bank Indonesia di Cirebon tak hanya sekadar institusi keuangan, tapi juga bagian dari identitas kota. Dulunya, gedung ini adalah kantor cabang kelima dari De Javasche Bank (DJB), bank sirkulasi yang menjadi tulang punggung sistem keuangan Hindia Belanda pasca kejatuhan VOC. Sejak pertama kali beroperasi pada tahun 1866, bangunan ini menjadi penanda penting dalam jalur ekonomi kolonial yang kala itu berkembang pesat di wilayah pesisir utara Jawa.
Cirebon sendiri merupakan kota pelabuhan strategis yang menjadi titik temu perdagangan dan budaya. Tak heran jika DJB memilih kota ini sebagai salah satu lokasi penting untuk membuka cabangnya. Sebelum Cirebon, DJB telah lebih dulu hadir di kota-kota besar seperti Semarang, Surabaya, Padang, dan Makassar.
Rancang Bangun Perpaduan Gaya Eropa dan Sentuhan Lokal
Seiring dengan kebutuhan dan perkembangan zaman, gedung ini mengalami renovasi besar pada tahun 1919. Dari semula hanya satu lantai bergaya Neo-Klasik, bangunan tersebut kemudian ditingkatkan dengan sentuhan Art Deco yang elegan. Proses pemugarannya ditangani langsung oleh Jan Marianus Gerritzen, anak dari direktur DJB saat itu. Ia merancang bangunan yang lebih tinggi dan memanjang ke belakang, dilengkapi dengan kubah dan menara yang menjadikan bangunan ini semakin anggun dan ikonik.
Yang menarik, rancangan gedung ini ditangani oleh Biro Arsitek F.D. Cuypers & Hulswit Batavia, salah satu biro arsitek terkemuka di masa kolonial. Biro ini berbasis di Amsterdam namun membuka cabang di Batavia (Jakarta) karena banyak menangani proyek besar di Hindia Belanda. Beberapa karya monumental mereka selain DJB di Cirebon termasuk gedung NHM di Weltevreden dan kantor BPM (Bataafsche Petroleum Maatschappij), yang semuanya mencerminkan kemegahan arsitektur Eropa di tanah jajahan.
Tak hanya menonjolkan estetika Eropa, beberapa bangunan rancangan mereka juga mengadopsi ornamen-ornamen lokal seperti motif Buddhis yang terinspirasi dari relief Candi Borobudur. Inilah bentuk awal dari akulturasi arsitektur yang menjadikan bangunan kolonial di Indonesia memiliki karakter khas yang tak bisa dijumpai di negara asalnya.
Dari Bank Kolonial Menuju Kedaulatan Ekonomi Nasional
Setelah Indonesia merdeka, gelombang nasionalisasi mulai bergulir. Pada tahun 1951, pemerintah Indonesia membentuk Panitia Nasionalisasi DJB sebagai bagian dari upaya menegakkan kedaulatan ekonomi. Kemudian, melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1953, DJB secara resmi diubah menjadi Bank Indonesia dan diambil alih sepenuhnya oleh pemerintah. Proses ini semakin dimantapkan oleh Undang-Undang Nomor 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan Milik Belanda.
Perubahan status ini juga berlaku bagi cabang DJB di Cirebon. Gedung yang dulunya merupakan simbol kekuatan ekonomi kolonial kini beralih fungsi menjadi simbol kemandirian dan semangat bangsa. Meski fungsinya berubah, bentuk fisiknya tetap dijaga. Gaya kolonialnya yang khas tetap dipertahankan, menjadikannya salah satu bangunan paling ikonik dan bersejarah di Kota Cirebon.
Kini, Gedung Bank Indonesia di Cirebon bukan hanya tempat transaksi keuangan, melainkan juga bagian dari narasi panjang bangsa ini. Setiap sudutnya menyimpan kisah: dari masa penjajahan, perjuangan merebut kemerdekaan ekonomi, hingga transformasi menjadi lembaga keuangan negara yang modern. Bagi siapa pun yang berkunjung ke sana, gedung ini bukan hanya tempat, tapi pengalaman—tentang bagaimana masa lalu tetap hidup dalam wajah masa kini.
Warisan arsitektur seperti ini bukan sekadar bangunan tua, melainkan dokumen hidup yang mengajarkan kita tentang sejarah, identitas, dan perjalanan panjang menuju kemerdekaan sejati.