![]() |
Abah Entoh dan Kang Dedi Mulyadi (sumber : pinterest) |
Jawa Barat tak pernah kehabisan cerita soal seni tradisional. Dari yang sudah mendunia seperti angklung, sampai yang cuma dikenal segelintir orang di kampung-kampung, semua punya ciri khasnya masing-masing. Ada yang dimainkan dengan alat musik dari bambu, ada juga yang cukup dengan suara mulut. Tapi ada satu kesenian yang benar-benar beda dan nyeleneh: Jibrut. Ya, kamu nggak salah baca. Ini seni khas Garut yang sumber suaranya... dari ketiak!
Nama “Jibrut” mungkin belum sepopuler jaipongan atau calung, tapi soal keunikan, dia nggak kalah. Kesenian ini memadukan pantun berirama cepat dengan bunyi-bunyian kocak yang dihasilkan dari ketiak. Kalau kamu bayangin beatbox yang biasa dibawakan rapper, nah, kurang lebih kayak gitu, tapi dengan sentuhan lokal yang bikin ngakak dan geleng-geleng kepala.
Beatbox Tradisional dari Ketiak
Jibrut sebenarnya udah ada sejak lama di tanah Sunda. Menurut satu-satunya pegiat Jibrut yang masih aktif, Abah Entoh E. Solihin dari Limbangan, Garut, kesenian ini awalnya dimainkan para orang tua sebagai hiburan ringan. Nggak semua orang bisa memainkannya, karena selain butuh suara yang pas dari ketiak, pemainnya juga harus bisa mengatur napas dan menyelipkan pantun-pantun lucu di sela permainannya.
Lambat laun, Jibrut berkembang. Dari yang awalnya cuma bunyi-bunyian iseng, kini jadi pertunjukan lengkap dengan pantun Sunda dan kadang dipadukan dengan lawakan khas Sunda alias bobodoran. Biasanya, pertunjukan dimulai dengan pantun, lanjut ke lagu, dan ditutup dengan guyonan kocak. Dan yang bikin makin spesial, semua itu tetap diiringi dengan suara “beat” dari ketiak!
Cara memainkan Jibrut memang nggak biasa. Berdasarkan unggahan dari akun Instagram @budaya.kuring, pemain Jibrut cukup meletakkan telapak tangan ke ketiak mereka. Dengan gerakan tertentu, ketiak akan mengeluarkan suara “prut-prut” yang ritmis, apalagi kalau dimainkan dalam pola tertentu yang teratur. Biar makin meriah, suara dari ketiak ini diiringi juga dengan tepukan tangan dan efek suara dari mulut.
Kalau kamu dengerin baik-baik, suara yang dihasilkan ini bisa mirip banget sama beatbox modern. Tapi yang bikin beda, Jibrut punya rasa lokal yang kental banget—dari bahasanya, pantunnya, sampai ekspresinya yang polos dan jenaka.
Sayangnya, seperti banyak kesenian tradisional lainnya, Jibrut kini mulai sepi peminat. Anak-anak muda jarang ada yang tertarik buat belajar, apalagi serius mendalaminya. Menurut Abah Entoh, dia sudah sering ngajak remaja buat coba-coba main Jibrut, tapi kebanyakan menyerah duluan karena merasa sulit.
“Melatih ke yang lainnya banyak yang tidak ingin memainkannya,” kata Abah Entoh. “Sudah mengajak anak-anak muda, jarang ada yang mau karena sulit memainkannya.”
Meski begitu, bukan berarti kesenian ini mati total. Masih ada segelintir anak muda yang tertarik, salah satunya Yoga Pratama. Remaja ini mengaku mulai belajar Jibrut karena ingin mengombinasikannya dengan beatbox modern. Ia melihat peluang untuk menghidupkan kembali Jibrut dengan sentuhan kreatif ala anak muda zaman sekarang. “Anak muda jarang ada yang tertarik dengan Jibrut, tapi saya mendalaminya karena untuk mengiringi beatbox,” ujar Yoga.
Jibrut mungkin terdengar lucu dan nyeleneh, tapi di balik itu semua, ada kekayaan budaya yang layak dilestarikan. Seni ini bukan cuma soal suara aneh dari ketiak, tapi juga cara orang Sunda mengekspresikan diri dengan cara yang jenaka dan merakyat.
Jadi, kalau kamu lagi nyari kesenian lokal yang beda dari yang lain, mungkin ini saatnya kenalan sama Jibrut. Siapa tahu, dari ketiak bisa lahir irama yang bikin dunia tertarik lagi pada kekayaan seni Indonesia.