Burayot, Si Manis Tradisional dari Garut yang Menggoda Lidah dan Penuh Cerita

Jabar Tourism
0

Burayot khas Garut (sumber : pinterest)

Indonesia memang dikenal sebagai negeri dengan sejuta rasa, tak hanya karena keindahan alam dan keberagaman budayanya, tapi juga karena kekayaan kulinernya yang menggugah selera. Setiap sudut wilayahnya memiliki identitas kuliner khas yang sering kali dijadikan oleh-oleh istimewa untuk dibawa pulang, sebagai buah tangan yang mengikat rasa dan kenangan.


Salah satu daerah yang menyimpan kekayaan tersebut adalah Kabupaten Garut, Jawa Barat. Terkenal dengan panorama alam yang memukau seperti pegunungan hijau, air terjun jernih, hingga pemandian air panas alami, Garut juga menyuguhkan ragam cita rasa makanan tradisional yang tak kalah memikat. Siapa yang tak kenal dodol Garut? Namun, selain dodol, ada satu nama yang mulai naik daun karena keunikan bentuk dan cita rasanya—Burayot.


Burayot: Nama Unik, Rasa Autentik

Burayot mungkin terdengar lucu di telinga, tapi justru di sanalah daya tariknya. Kata “burayot” berasal dari bahasa Sunda yang berarti “bergantung” atau “menggantung.” Nama ini merujuk pada bentuknya yang menggembung dan sedikit menjuntai ketika digoreng, menciptakan visual yang menggelitik rasa ingin tahu.


Camilan khas ini terbuat dari bahan-bahan sederhana: tepung beras, gula merah, dan minyak kelapa. Perpaduan ini menciptakan rasa manis yang lembut dengan sentuhan gurih khas makanan kampung. Meski terlihat simpel, burayot menyimpan proses dan sejarah panjang yang membuatnya semakin istimewa.


Dikisahkan, pencipta burayot adalah sepasang suami istri asal Garut: Abah Onon dan Bi Acih. Mereka menciptakan kudapan ini saat bereksperimen membuat camilan ringan untuk keluarga. Berbekal bahan seadanya, mereka mencampur tepung beras dan gula merah, lalu membentuk adonan menjadi bulatan kecil yang saat digoreng akan mengembang. Uniknya, pada awalnya burayot belum diberi sentuhan “digantung” seperti sekarang. Seiring waktu, bentuk dan cara penyajian pun berevolusi hingga menjadi seperti yang kita kenal hari ini.


Sejak masa penjajahan Belanda, burayot sudah menjadi bagian dari tradisi kuliner di Garut. Makanan ini sering dihidangkan dalam acara keluarga atau hajatan sebagai camilan penghangat suasana. Bukan hanya karena rasanya, tapi juga karena makna kebersamaan yang terkandung di dalamnya.


Tak lagi terbatas di kampung halamannya, burayot kini mulai menjelajah ke kota-kota besar seperti Bandung. Dengan harga terjangkau—sekitar Rp 20.000 untuk satu bungkus isi 10 buah—burayot menjadi alternatif oleh-oleh yang menarik. Inovasi rasa pun tak ketinggalan. Kini, kita bisa menemukan burayot dalam berbagai varian rasa seperti cokelat, stroberi, jahe, wijen keju, hingga kacang tanah. Perubahan ini membuat burayot semakin relevan dengan selera generasi muda tanpa menghilangkan sentuhan tradisionalnya.


Burayot bukan hanya soal rasa manis dan bentuk unik. Ia adalah potret kecil dari kreativitas masyarakat Sunda dalam meracik kebahagiaan dari bahan-bahan sederhana. Ia menjadi saksi dari sejarah, pertemuan keluarga, dan semangat untuk terus melestarikan tradisi. Dalam setiap gigitan burayot, tersimpan rasa cinta yang diwariskan dari generasi ke generasi. Maka, jika Anda berkunjung ke Garut atau menemukannya di sudut pasar oleh-oleh di Bandung, jangan ragu untuk mencicipi—karena burayot bukan sekadar camilan, tapi bagian dari cerita budaya Indonesia yang tak ternilai.


Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)