![]() |
Karinding (sumber : pinterest) |
Di tengah derasnya arus digitalisasi dan modernisasi, Jawa Barat masih menyimpan suara tradisi yang tak lekang oleh waktu. Karinding, alat musik tradisional khas Sunda, menjadi salah satu bukti nyata bahwa warisan budaya bisa tetap eksis di tengah zaman yang terus berubah. Meski kecil, suara karinding mampu menggema dari sawah-sawah, panggung seni, hingga pertunjukan musik kontemporer.
Karinding terbuat dari bahan alami seperti pelepah aren atau bambu. Alat musik ini dimainkan dengan cara ditiup dan diketuk menggunakan jari tangan. Getaran dari bagian tengah karinding berpadu dengan olahan rongga mulut, napas, dan lidah, menciptakan bunyi rendah dan khas yang unik. Di beberapa daerah di Indonesia, alat musik serupa dikenal dengan nama berbeda, seperti rinding di Jawa, genggong di Bali, atau kuriding di Kalimantan Selatan.
Meski ukurannya hanya sekitar 10 cm, karinding memiliki daya suara yang tajam dan nyaring. Konon, alat musik ini telah digunakan sejak enam abad yang lalu, khususnya oleh masyarakat agraris Sunda. Awalnya, karinding digunakan sebagai alat untuk mengusir hama di sawah—sebuah fungsi praktis yang kemudian berkembang menjadi ekspresi seni dan budaya.
Karinding tidak memiliki ukuran baku. Pembuat dan pemain bebas menentukan bentuk dan ukuran sesuai selera, karena hal ini akan memengaruhi suara yang dihasilkan. Umumnya karinding terdiri dari tiga bagian: ujung untuk memukul, bagian tengah sebagai sumber getaran, dan sisi kiri sebagai pegangan.
Sebagai bagian dari budaya Sunda, karinding kerap dimainkan dalam berbagai upacara adat, mulai dari gerhana bulan, khitanan, hingga syukuran panen. Bahkan, di masa lalu, alat musik ini juga digunakan dalam konteks asmara—pemuda memainkan karinding saat berkunjung ke rumah pujaan hati, sebagai cara halus untuk menyampaikan rasa.
Harmoni yang indah bisa tercipta ketika karinding dimainkan bersama alat musik Sunda lainnya seperti kacapi dan suling. Kolaborasi ini dikenal dengan istilah rampak karinding, yakni pertunjukan karinding massal yang menciptakan nuansa magis khas pedesaan Sunda.
Sayangnya, pamor karinding sempat meredup di era 1980-an seiring maraknya alat musik modern. Namun, kebangkitan kembali terjadi berkat kreativitas anak muda, salah satunya lewat grup musik Karinding Attack yang memadukan suara tradisional karinding dengan genre heavy metal. Inovasi ini membuat karinding dikenal oleh generasi baru dan menjadi daya tarik tersendiri dalam dunia musik etnik kontemporer.
Atas nilai sejarah dan budayanya, karinding resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia pada tahun 2021. Pengakuan ini menjadi tonggak penting bagi pelestarian seni tradisional Jawa Barat, sekaligus menegaskan bahwa budaya lokal tetap relevan di era global.
Bagi Anda yang sedang menjelajah Jawa Barat, jangan lewatkan kesempatan untuk mengenal dan menyaksikan pertunjukan karinding secara langsung. Suaranya yang khas, sederhana namun menyentuh, akan membawa Anda merasakan kedekatan antara manusia, alam, dan budaya—sebuah harmoni yang tak mudah dilupakan.