![]() |
Kesenian Kuda Renggong (sumber : pinterest/Alie Muhamad) |
Jika Anda berkunjung ke Sumedang, Jawa Barat, jangan lewatkan atraksi unik satu ini: Kuda Renggong. Sebuah pertunjukan tradisional yang menampilkan kuda menari mengikuti irama musik Sunda yang rancak dan menggugah. Tak hanya jadi hiburan rakyat, Kuda Renggong kini menjadi salah satu daya tarik wisata budaya yang wajib disaksikan saat berlibur ke Sumedang.
Pertunjukan Kuda Renggong bukan sekadar atraksi biasa. Ia memiliki akar sejarah yang kuat dan kaya akan nilai tradisi. Berasal dari Desa Cikurubuk, Kecamatan Buahdua, kesenian ini pertama kali dipopulerkan oleh tokoh legendaris bernama Eyang Sipan sekitar tahun 1910.
Menurut cerita warga setempat, Eyang Sipan melatih kudanya saat memandikan hewan tersebut di mata air Cijaha. Seiring waktu, kuda yang semula hanya digunakan untuk kebutuhan kerajaan mulai menunjukkan gerakan menyerupai tarian, atau dalam bahasa lokal disebut “ngejle”. Dari sinilah, Kuda Renggong lahir dan berkembang menjadi pertunjukan rakyat.
Secara harfiah, kata "Renggong" berasal dari bahasa Sunda "rereongan" yang berarti gotong royong. Kuda Renggong adalah pertunjukan di mana kuda yang telah dilatih secara khusus menari mengikuti musik tradisional Sunda seperti Kendang Penca. Kesenian ini umumnya tampil dalam arak-arakan saat perayaan sunatan, pernikahan, atau acara besar lainnya.
Satu hal yang membedakan Kuda Renggong dengan pertunjukan lain adalah atraksi silat kuda. Di sini, kuda akan beraksi seolah berkelahi dengan sang pawang, berdiri dengan dua kaki belakang, hingga rebah di tanah. Atraksi ini memikat penonton karena keselarasan gerak, kekuatan, dan keindahan yang dipertontonkan.
Warisan Budaya yang Tetap Hidup
Pada tahun 2014, Seni Kuda Renggong ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia. Hingga kini, Kuda Renggong masih eksis di banyak desa di Sumedang, khususnya di Kecamatan Buahdua.
Di Desa Cikurubuk sendiri terdapat dua grup seni Kuda Renggong yang rutin tampil dan dilestarikan oleh generasi muda. Mereka juga memiliki grup musik pengiring seperti Obrog dan Tanji, yang memainkan alat musik tradisional untuk mengiringi tarian sang kuda.
Dengan penduduk sekitar 2.320 jiwa, mayoritas warga Desa Cikurubuk bekerja sebagai petani. Namun kecintaan terhadap seni budaya tetap mengakar kuat, menjadikan desa ini bukan hanya penghasil hasil bumi, tetapi juga pusat pelestarian budaya Sunda yang autentik.
Menariknya, istilah "renggong" juga disebut berasal dari "ronggeng", sebuah seni tari tradisional yang telah ada sejak masa kuno. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ronggeng adalah penari wanita dengan gerakan khas yang gemulai, biasanya mengenakan selendang.
Jejak seni ronggeng bahkan dapat ditemukan dalam relief Candi Borobudur dan Candi Ronggeng di Ciamis, yang menunjukkan bahwa tarian ini telah lama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Jawa. Dalam konteks Kuda Renggong, unsur "ronggeng" ini tampak dalam keindahan gerak kuda yang luwes, sehingga tampil bukan hanya sebagai hewan penarik, melainkan sebagai “penari utama” dalam pesta rakyat.
Bagi Anda yang merencanakan wisata budaya di Jawa Barat, menyaksikan pertunjukan Kuda Renggong di Sumedang bisa menjadi pengalaman tak terlupakan. Bukan hanya karena unik, tapi juga karena sarat makna sejarah dan budaya. Biasanya, atraksi ini digelar di jalan-jalan desa sebagai bagian dari arak-arakan atau pesta rakyat.
Kuda Renggong bukan sekedar sebuah warisan budaya, tapi juga daya tarik wisata Sumedang yang berkelas dunia. Dari kaki pegunungan yang sunyi, ia menari, menyuarakan identitas dan semangat gotong royong khas masyarakat Sunda. Sebuah karya seni yang hidup, menari di antara tradisi dan inovasi.