Menyelami Cita Rasa Galuh: Hari Kedua Tur Promosi Parahyangan Timur di Tasikmalaya

Jabar Tourism
0

Kegiatan Tur Promosi Parahyangan Timur (sumber : facebook/Riadi Darwis)

Kawasan Priangan Timur tak hanya menyimpan panorama alam yang memukau, tapi juga warisan budaya dan kekayaan kuliner yang menggoda lidah. Pada hari kedua Tur Promosi Parahyangan Timur, rombongan yang merupakan kolaborasi antara Kementerian Kebudayaan, pemerintah daerah, serta pegiat media dan budaya melanjutkan perjalanan budaya mereka ke Kota Tasikmalaya, tepatnya pada Selasa, 30 Juli 2025. Di kota yang dikenal dengan kreativitas dan kuliner tradisionalnya ini, peserta disambut dengan sajian pengalaman yang membangkitkan semua indera—rasa, pandangan, dan nilai-nilai tradisi.


Kuliner Sunda (Galuh) dalam Balutan Filosofi dan Kesehatan

Berlokasi di Aula Bappelitbangda Kota Tasikmalaya, kegiatan hari kedua mengusung tema besar gastronomi Sunda, khususnya dari tradisi Galuh. Para peserta diajak mengenal lebih dalam ragam kuliner khas Tasikmalaya yang tidak hanya memanjakan lidah, tetapi juga sarat makna. Tak sekadar pameran makanan, setiap sajian dilengkapi dengan narasi sejarah, filosofi pembuatan, serta teknologi tradisional yang digunakan sejak masa lampau.


Yang menarik, sesi ini juga memadukan unsur kebugaran dalam konteks konsumsi makanan. Filosofi “sehat itu tradisi” disampaikan secara halus melalui penyajian makanan yang berbasis bahan alami dan tidak melalui proses olahan berlebihan.


Penampilan Seni Budaya yang Memikat

Tidak lengkap rasanya menjelajah kuliner tanpa kesenian. Sambil menikmati makanan, para tamu disuguhi pertunjukan seni tradisional seperti pencak silat payung yang dipimpin langsung oleh Wakil Wali Kota Tasikmalaya, Bapak Diky Chandra. Kolaborasi cita rasa dan estetika ini menjadikan sesi kuliner sebagai perayaan warisan budaya yang hidup.


Acara ini juga dihadiri oleh tokoh penting, seperti Ibu Annisa Rengganis selaku Staf Khusus Menteri Kebudayaan, Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata Kota Tasikmalaya beserta jajarannya. Dalam momen tersebut, diserahkan pula cenderamata berupa buku TUTUNGKUSAN, sebagai lanjutan dari Khazanah Kuliner Kabuyutan Galuh Klasik—dua buku yang mendokumentasikan kekayaan kuliner tradisional Sunda secara komprehensif.


Dalam kesempatan yang sama, pengamat gastronomi Sunda, Riadi Darwis, turut menyampaikan pandangannya tentang kekayaan kuliner Galuh. Menurutnya, tradisi makanan Sunda tak hanya lezat, tetapi juga sangat beragam dan mendukung gaya hidup sehat. Ia mencatat setidaknya terdapat: 718 jenis tanaman lalab, 362 bahan dasar rujak, 54 variasi rujak, serta lebih dari 100 sambal khas Sunda.


“Lalab dan rujak bukan sekadar makanan pelengkap, tapi sudah menjadi bagian dari sistem hidup masyarakat Sunda sejak dulu,” jelas Riadi. Ia juga menyinggung istilah “rumbah” yang tertulis dalam naskah kuno Sunda, yang kini dikenal sebagai sejenis lalab atau rujak. Bagi Riadi, hal ini menandakan bahwa konsumsi makanan sehat berbasis lokal sudah dipahami sejak zaman dahulu.


Penjelasan ini membuka perspektif baru bahwa makanan tradisional ternyata tidak kalah dengan tren diet modern—justru lebih kontekstual, ekologis, dan mendalam secara budaya. Tur ini digelar sebagai strategi untuk mengenalkan kekayaan budaya wilayah Parahyangan Timur—mulai dari adat, gastronomi, hingga kesenian—kepada audiens internasional maupun nasional melalui media visual dan naratif modern 


Menutup Hari dengan Kunjungan ke Kampung Adat Naga

Setelah menikmati suguhan budaya dan makan siang khas Tasikmalaya, rombongan melanjutkan perjalanan ke Kampung Adat Naga di Kecamatan Salawu. Lokasi ini menjadi representasi hidup dari masyarakat yang masih teguh menjaga tradisi leluhur. Dikenal sebagai komunitas adat yang menolak penggunaan listrik dan teknologi modern, Kampung Naga menjadi pelajaran nyata tentang harmoni antara manusia dan alam.


Untuk mencapai kampung ini, pengunjung harus menuruni lebih dari 400 anak tangga batu menuju lembah yang dihuni oleh lebih dari 100 rumah adat. Setibanya di sana, rombongan disambut dengan ketenangan dan keteraturan hidup yang menjunjung tinggi nilai gotong royong, kesederhanaan, serta keberlanjutan lingkungan.


Hari kedua Tur Promosi Parahyangan Timur menjadi penanda penting bahwa promosi budaya tidak cukup hanya menampilkan atraksi. Lebih dari itu, acara ini menunjukkan bagaimana nilai-nilai tradisional bisa tetap relevan dan kontekstual di tengah arus zaman. Dengan menyandingkan kuliner, kesenian, filosofi kesehatan, dan kearifan lokal seperti di Kampung Naga, Tasikmalaya telah menunjukkan wajah asli Parahyangan Timur—sebuah kawasan yang kaya, hidup, dan siap melangkah menuju masa depan tanpa kehilangan akar budayanya.



Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)