Pareresan Desa Kertarahayu: Warisan Syukur dan Semangat Gotong Royong yang Tak Lekang oleh Zaman di Majalengka

Jabar Tourism
0

Ritual Pareresan di Majalengka (sumber : rri)

Di tengah gempuran modernisasi yang merambah hingga pelosok desa, ada sebuah perkampungan di Kabupaten Majalengka yang tetap setia menjaga akar budayanya. Desa Kertarahayu, yang terletak di Kecamatan Talaga, seolah menjadi oase tradisi yang lestari. Warganya tidak hanya bertahan secara fisik dari perubahan zaman, tapi juga menjaga utuh nilai-nilai budaya dan kebersamaan yang diwariskan oleh para leluhur.


Salah satu warisan budaya yang terus hidup dan dinantikan setiap tahun adalah Pareresan — sebuah ritual syukuran panen yang sarat makna, menggambarkan kedekatan masyarakat dengan alam, leluhur, dan sesama manusia. Di tengah kehidupan yang makin individualistis, Pareresan justru menjadi pengikat sosial yang mempererat solidaritas antarwarga.


Simbol Syukur Petani dan Spirit Berbagi

Menurut Kepala Desa Kertarahayu, Toto Sugiharto, Pareresan adalah bentuk syukur bersama setelah musim panen tiba. Sebagian besar penduduk desa berprofesi sebagai petani, dan Pareresan menjadi momentum spiritual serta sosial untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada Sang Pencipta atas limpahan hasil bumi.


Salah satu prosesi penting dalam ritual ini adalah penyembelihan kambing berbulu hitam. Kambing ini dipilih secara khusus dan menjadi simbol pengorbanan serta pengingat akan pentingnya berbagi. Setelah disembelih, dagingnya tidak dikonsumsi sendiri, melainkan dibagikan kepada seluruh warga — menegaskan filosofi gotong royong dan kepedulian sosial yang masih kental di desa ini.


“Pemotongan kambing ini bukan sekadar ritual, tapi cerminan dari jiwa berbagi dan kebersamaan yang tumbuh kuat di antara masyarakat petani kami,” jelas Toto.


Doa di Mata Air dan Napak Tilas Leluhur

Ritual Pareresan tidak berhenti di situ. Ada momen sakral saat seluruh warga berkumpul di beberapa titik mata air serta di pinggir sawah. Di sanalah mereka memanjatkan doa bersama, memohon keberkahan, kelimpahan, dan kelancaran untuk musim tanam berikutnya. Kepercayaan akan kekuatan spiritual dan alam begitu terasa dalam setiap kata yang mereka lantunkan, seolah menyatu dengan aliran air dan hembusan angin pegunungan.


Tak hanya itu, masyarakat juga berziarah ke makam leluhur desa yang dianggap sakral. Di sana mereka memberikan penghormatan dan doa, sebagai bentuk penghargaan kepada para pendahulu yang telah membuka jalan kehidupan bagi generasi saat ini.


Pesta Rakyat dalam Balutan Tradisi

Begitu Pareresan dimulai, desa seketika berubah wajah. Jalan-jalan yang biasanya sunyi mendadak ramai dengan suara tawa dan canda. Anak-anak, orang dewasa, hingga para lansia terlibat aktif dalam perayaan ini. Para pria sibuk menghias sudut-sudut desa dengan ornamen khas, sementara para ibu menyiapkan aneka hidangan tradisional dari hasil bumi seperti jagung, singkong, kacang, dan umbi-umbian.


Suasana penuh warna ini menjadi ajang silaturahmi dan rekreasi yang menyegarkan dari rutinitas bertani. Lebih dari itu, Pareresan adalah cara mereka menjaga identitas sebagai masyarakat agraris yang hidup dalam kebersamaan.


Sekilas Desa Kertarahayu: Kecil Tapi Penuh Makna

Secara geografis, Desa Kertarahayu dikelilingi oleh Desa Gunungmanik di sisi utara, selatan, dan barat, serta berbatasan langsung dengan Desa Kancana di bagian timur. Secara administratif, desa ini terdiri dari dua blok utama — Blok Desa dan Blok Nanggewer — yang terbagi ke dalam 4 RW dan 8 RT.


Jumlah penduduknya relatif kecil, hanya 737 jiwa pada akhir 2022, dengan laju pertumbuhan penduduk yang terkendali. Mayoritas dari mereka hidup dari sektor pertanian. Komoditas unggulan desa ini adalah jagung dan buah kesemek, tanaman yang menjadi simbol ketekunan dan hasil kerja keras warga.


Meski mungil dari segi jumlah dan wilayah, Desa Kertarahayu memiliki kekayaan budaya yang tak bisa dianggap remeh. Pareresan adalah buktinya — sebuah tradisi yang bukan hanya menjadi pelestarian budaya, tetapi juga fondasi moral dan sosial masyarakatnya.


Menjaga Warisan, Merawat Masa Depan

Di era serba cepat ini, tradisi seperti Pareresan bisa saja tergerus jika tidak dijaga. Namun di Kertarahayu, Pareresan tetap dijunjung tinggi. Ia bukan sekadar seremonial tahunan, melainkan semacam kompas hidup — mengingatkan akan pentingnya rasa syukur, solidaritas, dan hormat pada sejarah.


Bagi warga Desa Kertarahayu, Pareresan bukan hanya tentang panen yang melimpah, tetapi tentang panen nilai-nilai: gotong royong, spiritualitas, dan jati diri yang terus tumbuh di tanah yang sama, dari generasi ke generasi.


Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)