Menelusuri Jejak Sejarah di Balik Megahnya De Majestic Bandung

Jabar Tourism
3 minute read
0

Gedung De Majestic Bandung (sumber : google maps/Anang Susila)

Jika biasanya Bandung dikenal lewat deretan kafe estetik, kuliner legendaris, atau pemandangan alam yang menyegarkan mata, kota ini ternyata juga menyimpan cerita masa lalu yang tak kalah menarik untuk diselami. Di balik gemerlap suasana Jalan Braga yang tak pernah kehilangan pesonanya, berdiri sebuah bangunan yang menjadi saksi bisu geliat seni dan budaya sejak zaman kolonial: De Majestic.


Tidak seperti gedung modern yang silih berganti dibangun, De Majestic tetap teguh berdiri, seakan menantang waktu dan perubahan zaman. Bangunan bersejarah ini bukan hanya menyimpan nilai arsitektural tinggi, tetapi juga menyimpan memori penting tentang peradaban Bandung di masa lalu. Mari kita berjalan lebih dalam ke lorong waktu dan menyelami kisah menakjubkan dari De Majestic—permata bersejarah di tengah Kota Kembang.


Sebuah Warisan dari Masa Lalu: Sejarah De Majestic Bandung

De Majestic bukan bangunan biasa. Dibangun pada tahun 1925 oleh arsitek kenamaan Charles Prosper Wolff Schoemaker, gedung ini dulunya bernama Concordia sebelum berubah menjadi New Majestic. Di masa pendudukan Belanda, bangunan ini menjadi pusat hiburan prestisius bagi warga Eropa yang menetap di Bandung, sebuah tempat bersantai sekaligus menonton film di masa ketika layar lebar masih menjadi kemewahan tersendiri.


Yang membuat De Majestic begitu ikonik adalah perannya sebagai bioskop pertama di Indonesia yang memutar film lokal perdana berjudul Loetoeng Kasaroeng. Karena film di masa itu belum memiliki suara, pengalaman menontonnya diiringi oleh selebaran dan orkes mini yang menjadi bagian dari daya tariknya. Menariknya lagi, suasana menonton di De Majestic tak sembarangan: pengunjung diwajibkan berpakaian rapi, dan tempat duduknya dipisah antara laki-laki dan perempuan—sebuah gambaran etika sosial yang begitu berbeda dengan zaman sekarang.


Gedung ini sempat berjaya hingga pertengahan 1980-an, sebelum akhirnya terbengkalai karena biaya perawatan yang tak sedikit. Namun semangat untuk melestarikannya tak pernah padam. Tahun 2010, De Majestic menjalani revitalisasi besar-besaran dan kembali muncul sebagai pusat kebudayaan yang tak hanya melestarikan sejarah, tetapi juga menyatu dengan kehidupan seni kontemporer Bandung.


Keindahan Desain yang Abadi

Langkah kaki pertama ke halaman De Majestic saja sudah akan membawa kita ke masa lalu. Bangunan ini merupakan perpaduan memukau antara gaya Art Deco dan kolonial khas abad ke-20, ditandai dengan lengkungan simetris, detail artistik, dan atmosfer elegan yang menyelimuti setiap sudutnya.


Salah satu ciri khasnya adalah atap limasan yang terinspirasi dari arsitektur tradisional Jawa. Elemen ini memberi nuansa lokal yang berpadu apik dengan desain internasional, menciptakan harmoni visual yang kaya makna. Di bagian fasad, ukiran kayu dan logam memperlihatkan sentuhan tangan seniman masa lalu yang teliti dan penuh cita rasa.


Meski usianya mendekati satu abad, De Majestic masih tampil megah. Bangunan ini kini dikelola oleh pemerintah daerah sebagai bagian dari pelestarian warisan budaya Bandung. Sementara tampilan luarnya tetap dipertahankan sesuai bentuk aslinya, bagian dalamnya telah diperbarui untuk mengikuti kebutuhan pertunjukan modern tanpa menghilangkan esensi sejarahnya.


Dari Bioskop Klasik ke Pusat Kreativitas Modern

Kini, De Majestic telah bertransformasi menjadi ruang seni multifungsi. Tak hanya menjadi tempat pertunjukan film, gedung ini sering digunakan untuk konser musik, pertunjukan teater, pameran seni rupa, hingga festival budaya. Kehadirannya menjadi semacam jembatan antara generasi masa lalu dengan generasi masa kini.


Bagi siapa pun yang ingin merasakan pengalaman wisata yang berbeda di Bandung, mengunjungi De Majestic bisa menjadi pilihan yang sarat makna. Di sinilah kita bisa melihat bagaimana sejarah tidak hanya disimpan dalam buku, tapi juga hidup—dalam bentuk arsitektur, seni, dan atmosfer yang tak tergantikan.


De Majestic bukan sekadar bangunan tua. Ia adalah penanda waktu, penjaga cerita, dan sumber inspirasi bagi siapapun yang ingin mengenal Bandung lebih dari sekadar tempat berlibur.

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)
June 16, 2025