Jejak Sejarah Villa Isola Bandung, Ikon Arsitektur Art Deco di Bandung yang Sarat Sejarah

Jabar Tourism
3 minute read
0

Villa Isola Bandung (sumber : pinterest)

Jika berbicara tentang Jawa Barat bukan hanya dikenal dengan bentang alamnya yang menawan, tetapi juga menyimpan deretan bangunan bersejarah yang kaya akan cerita masa lalu. Dari istana kolonial yang kini jadi museum, hingga rumah-rumah kuno peninggalan zaman penjajahan, setiap sudutnya seakan menyimpan kisah yang ingin terus diceritakan ulang. Salah satu yang paling mencuri perhatian adalah sebuah bangunan megah di utara Kota Bandung—Villa Isola. Terpahat anggun di Jalan Setiabudi, bangunan berwarna putih dengan arsitektur art deco ini bukan hanya menjadi penanda visual, tetapi juga saksi bisu dari banyak babak sejarah Indonesia.


Berbeda dari bangunan kuno lainnya yang biasanya terkesan klasik atau Jawa, Villa Isola berdiri dengan gaya yang modern untuk masanya—sebuah sentuhan seni Eropa yang berpadu apik dengan lanskap Bandung yang sejuk. Namun lebih dari sekadar indah secara visual, villa ini menyimpan lapisan sejarah yang menarik: dari tempat peristirahatan seorang taipan, menjadi markas militer, hingga kini menjadi pusat pendidikan tinggi. Di balik keindahannya yang memesona, Villa Isola adalah refleksi dari perjalanan panjang negeri ini.


Dibalik Dinding Putih yang Menyimpan Sejarah

Villa Isola bukan bangunan sembarangan. Dibangun pada tahun 1933, bangunan ini merupakan hasil buah pikir arsitek kenamaan Charles Prosper Wolff Schoemaker, atas prakarsa seorang tokoh pers Belanda, Dominique Willem Beretty. Dalam waktu yang terbilang singkat—kurang dari setahun—villa ini rampung berkat kerja sama apik antara biro arsitektur, para mandor, teknisi, dan lebih dari 700 pekerja yang terlibat dalam pembangunannya.


Berlokasi strategis di dataran tinggi Bandung bagian utara, villa ini menghadap langsung ke arah Gunung Tangkuban Perahu di utara dan pusat kota di selatan. Tak heran jika suasana di sekitar bangunan ini terasa teduh dan tenang, seolah memeluk siapapun yang datang dengan kesejukan khas pegunungan. Bukan tanpa alasan, sang pemilik memberi nama "Isola", yang diambil dari ungkapan Latin M'isollo e Vivo—"aku mengasingkan diri dan bertahan hidup".


Mulanya, Villa Isola dibangun sebagai tempat tinggal pribadi Beretty, pendiri Aneta, kantor berita tertua di Hindia Belanda. Namun usianya tak panjang—setelah kematian Beretty, villa ini beberapa kali berpindah tangan. Dari tangan pemilik Hotel Homann, hingga menjadi kantor komandan militer Belanda di Bandung. Pada masa pendudukan Jepang, fungsi bangunan kembali berubah drastis: menjadi markas tentara dan gudang senjata hasil rampasan dari Belanda.


Yang paling dramatis terjadi pada 16 Februari 1946, ketika villa ini menjadi target penembakan dan pemboman oleh pasukan Inggris dan Belanda dalam upaya pembebasan tawanan perang. Momen ini menandai bagaimana villa megah tersebut menjadi bagian dari pergolakan militer dan politik pada masa revolusi kemerdekaan Indonesia.


Menjadi Bumi Siliwangi dan Menjaga Warisan

Tahun 1951, Villa Isola resmi dinasionalisasi oleh pemerintah Indonesia dan diubah fungsinya menjadi gedung rektorat untuk Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), yang kala itu dikenal sebagai IKIP Bandung. Meski secara resmi dinamakan Bumi Siliwangi, masyarakat masih akrab menyebutnya dengan nama aslinya—Villa Isola. Nama yang terlanjur melekat dan menjadi identitas tak terpisahkan dari gedung ini.


Kini, meski fungsinya telah beralih, pesona arsitektur dan nilai sejarah Villa Isola tetap terjaga. Keindahannya kian lengkap dengan kolam yang terletak di bagian depan, menciptakan kesan simetris dan menenangkan. Warna putihnya yang bersih menegaskan elegansi, sekaligus menjadi simbol keteguhan bangunan yang telah berdiri hampir satu abad lamanya.


Di tengah modernisasi dan pesatnya pembangunan di Kota Bandung, Villa Isola tetap berdiri anggun—menjadi pengingat akan masa lalu yang tak boleh dilupakan. Lebih dari sekadar gedung tua, ia adalah simbol ketahanan, pencapaian arsitektur, dan lembar sejarah yang hidup. Bangunan seperti ini adalah harta karun budaya yang harus terus dirawat, agar generasi mendatang dapat memahami dari mana kita berasal, dan bagaimana bangsa ini terbentuk.


Melihat Villa Isola, kita tak hanya menyaksikan kemegahan fisiknya, tetapi juga menyelami jejak panjang yang ditorehkan dalam diam. Sebuah bukti bahwa bangunan, jika dijaga dengan cinta dan kesadaran sejarah, bisa menjadi lebih dari sekadar tembok dan atap—ia bisa menjadi jiwa dari sebuah kota.

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)
June 28, 2025