Menara Air Stasiun Kota Banjar : Jejak Sejarah Warisan Kolonial di Kota Banjar yang Masih Berdiri Kokoh

Jabar Tourism
3 minute read
0

Menara Air Stasiun Kota Banjar (sumber : google maps/Deddy Pardede)

Jawa Barat bukan hanya tentang keindahan alamnya yang memukau—pegunungan, sawah bertingkat, dan pantai yang memanjakan mata. Di balik lanskap hijau yang menyejukkan itu, tersimpan pula kisah-kisah lama yang tercetak pada dinding-dinding bangunan tua, jembatan besi berkarat, dan menara-menara air yang kini menjadi saksi bisu zaman. Salah satu jejak sejarah yang menarik untuk disimak ada di Stasiun Kota Banjar, sebuah tempat yang diam-diam menyimpan warisan masa Hindia Belanda, dan hingga kini tetap berdiri, bukan hanya sebagai tempat persinggahan kereta, tapi juga sebagai pengingat perjalanan panjang sebuah kota kecil di ujung tenggara Jawa Barat.


Menara air di belakang bangunan depo, rumah sinyal yang tak lagi aktif, hingga jalur tua menuju Pangandaran—semuanya bukan sekadar bangunan mati. Mereka adalah fragmen sejarah yang membentuk karakter Banjar hari ini. Dibalik cat yang kini membalut dinding-dindingnya, masih tercium aroma masa lalu yang belum sepenuhnya hilang. Mari menelusuri cerita tentang bagaimana Stasiun Kota Banjar menjadi saksi bisu perubahan zaman—dari era kolonial hingga kini, tetap berdiri sebagai penanda perjalanan waktu.


Napak Tilas Stasiun Kota Banjar: Ketika Rel Menyambung Cerita

Diresmikan pada 1 November 1894, Stasiun Kota Banjar bukan hanya menjadi titik temu perjalanan antar kota, tapi juga penanda penting peradaban transportasi di masa kolonial. Terletak di ketinggian 32 meter di atas permukaan laut, stasiun ini memiliki enam jalur percabangan rel yang mempertemukan berbagai arah pergerakan kereta api, menjadikannya sebagai simpul strategis di wilayah timur Jawa Barat.


Sejak awal berdiri, fungsi utama stasiun ini bukan hanya melayani penumpang, tetapi juga sebagai tempat pergantian masinis dan penambahan lokomotif, khususnya untuk rute ke arah selatan yang menantang. Di masa jayanya, jalur dari Banjar bahkan menyambung hingga ke Pantai Pangandaran—sebuah rute yang kini hanya tersisa dalam kenangan dan serpihan rel yang terputus sejak Februari 1981.


Terowongan Legendaris dan Jalur yang Terlupakan

Salah satu kenangan yang paling melekat dari jalur Banjar-Pangandaran adalah keberadaan terowongan legendaris yang dikenal sebagai Terowongan Philip, atau yang lebih dikenal masyarakat sebagai Terowongan China. Terowongan ini bukan sekadar infrastruktur; ia menyimpan kisah tentang kerja keras ribuan pekerja di masa lalu, serta menjadi penghubung penting antara pesisir selatan dan pedalaman Priangan Timur.


Kini, jalur itu tak lagi aktif. Namun semangat dan ceritanya masih hidup di kalangan warga lokal yang mewariskan kisah-kisah itu dari generasi ke generasi.


Di area Stasiun Kota Banjar, terdapat sebuah bangunan tua yang masih berdiri kokoh: Depo Lokomotif. Ini adalah lokasi vital untuk perawatan sarana kereta, sekaligus menjadi salah satu dari tiga depo utama di wilayah Daop 2 Bandung, selain Bandung dan Cibatu.


Yang menarik, depo ini memiliki pemutar lokomotif—sebuah alat mekanis klasik yang memungkinkan lokomotif berputar arah. Uniknya lagi, pemutar ini terhubung langsung ke jalur nonaktif Banjar-Pangandaran, seolah menjadi pengingat bahwa jalur tersebut dulu pernah bernyawa.


Tak jauh dari situ, terdapat pula terowongan air bawah rel, dan yang paling mencolok: menara air tinggi yang dulunya menjadi sumber utama suplai air bagi kereta dan fasilitas stasiun. Meskipun sudah tidak berfungsi, menara ini tetap berdiri gagah sebagai ikon kota dan kini dirawat sebagai bagian dari warisan sejarah.


Dua bangunan lain yang tak kalah menarik adalah Rumah Sinyal yang berada di sisi barat dan timur stasiun. Dulu, bangunan ini adalah pusat pengendalian lalu lintas kereta. Namun seiring waktu dan perkembangan teknologi, sistem sinyal digantikan dengan perangkat elektrik buatan Westinghouse Rail Systems. Meski kini hanya menjadi bangunan kosong, Rumah Sinyal tetap dipertahankan sebagai bagian dari cagar budaya yang perlu dijaga.


Dari puncak Gunung Putri—yang kini menjadi lokasi Lapas Banjar—menara air Stasiun Banjar tampak menjulang, menjadi satu-satunya bangunan peninggalan sejarah yang terlihat jelas dari kejauhan. Ini menjadi simbol bahwa meski waktu bergulir dan teknologi terus berkembang, ada bagian dari masa lalu yang tetap dipertahankan.


PT KAI pun menjaga bangunan-bangunan tua ini dengan baik, menjadikannya sebagai cagar budaya yang bukan hanya layak dikenang, tetapi juga dijaga sebagai bagian dari identitas Banjar. Karena sejarah, bagaimanapun juga, bukan hanya tentang masa lalu—ia adalah fondasi yang menuntun arah masa depan.


Jika kamu kebetulan melewati Stasiun Kota Banjar, berhentilah sejenak. Lihatlah sekeliling, rasakan hembusan angin dari masa lalu yang masih tertinggal di dinding bangunan tua itu. Siapa tahu, kamu bisa mendengar bisikan cerita zaman yang belum selesai dituturkan.

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)
June 19, 2025