Gedung De Vries: Saksi Bisu Perjalanan dan Simbol Sejarah Bandung

Jabar Tourism
2 minute read
0

Gedung De Vries (sumber : pinterest)

Di sepanjang Jalan Asia Afrika, berdiri sebuah bangunan bersejarah yang masih memancarkan pesonanya hingga kini. Gedung De Vries, yang berlokasi tepat di depan Gedung Merdeka dan Museum Konferensi Asia Afrika, bukan hanya sekadar bangunan tua, tetapi juga saksi bisu perjalanan panjang Kota Bandung dari masa kolonial hingga era modern.


Pada akhir abad ke-19, seorang pengusaha Belanda bernama Andreas de Vries datang ke Bandung, sebuah kota yang saat itu mulai berkembang pesat. De Vries melihat peluang besar di kota ini dan mendirikan sebuah toko serba ada yang kemudian menjadi salah satu pusat perdagangan paling terkenal di Bandung. Namun, sebelum berubah menjadi toko, bangunan ini awalnya merupakan rumah bergaya Indis dengan pilar-pilar klasik yang megah.


Tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, bangunan ini juga sempat menjadi markas Societeit Concordia, sebuah perkumpulan elite yang beranggotakan para pejabat dan pengusaha kolonial. Hingga akhirnya, pada tahun 1895, perkumpulan ini pindah ke gedung di seberang jalan, dan bangunan tersebut beralih fungsi menjadi Toko De Vries.


Ketika pertama kali dibuka, Toko De Vries langsung menarik perhatian masyarakat. Toko ini menyediakan berbagai barang impor yang sulit ditemukan di tempat lain, mulai dari pakaian, perabotan rumah tangga, makanan, hingga obat-obatan. Keberadaan toko ini bahkan dianggap sebagai salah satu faktor yang mendorong perkembangan Jalan Braga sebagai pusat perbelanjaan mewah di Bandung.


Dengan desain arsitektur khas Eropa, interior toko ini begitu mewah. Lantai marmer yang berkilauan, lampu gantung kristal yang elegan, serta tangga melingkar megah menjadi daya tarik tersendiri. Tak heran jika Toko De Vries menjadi tempat belanja favorit bagi kalangan menengah ke atas pada masa itu.


Sayangnya, kejayaan De Vries tidak bertahan selamanya. Saat Jepang menduduki Indonesia pada tahun 1942, toko ini terpaksa tutup. Setelah Indonesia merdeka, gedung ini mengalami berbagai perubahan fungsi, mulai dari kantor pemerintah hingga sempat terbengkalai dalam beberapa periode.


Namun, meskipun mengalami berbagai perubahan, bangunan ini tetap berdiri kokoh, membawa cerita masa lalu yang masih terasa hingga kini.


Pada tahun 2010, Gedung De Vries mendapatkan kehidupan barunya. OCBC NISP, salah satu bank ternama di Indonesia, mengambil alih dan merenovasi gedung ini dengan hati-hati, mempertahankan elemen-elemen klasiknya. Kini, gedung ini berfungsi sebagai kantor bank, tetapi masih menyimpan jejak sejarahnya.


Di lantai dasar, sebuah museum mini didirikan, menampilkan koleksi barang-barang antik, terutama yang berkaitan dengan dunia perbankan. Dari mesin hitung kuno hingga alat transaksi zaman dahulu, museum ini menjadi pengingat bagaimana perkembangan dunia bisnis dan perbankan di Indonesia.


Gedung De Vries bukan hanya bangunan tua, tetapi juga simbol perjalanan Bandung dari masa kolonial ke era modern. Ia mengingatkan kita akan masa ketika Bandung menjadi pusat perdagangan dan budaya di Hindia Belanda. Meski fungsinya kini berubah, keindahan arsitektur dan sejarah panjangnya masih bisa dinikmati oleh siapa saja yang melintas di Jalan Asia Afrika.


Jadi, jika suatu hari Anda berada di kawasan ini, sempatkanlah sejenak untuk menatap Gedung De Vries. Bayangkan kemegahannya di masa lalu, ketika ia menjadi pusat perhatian warga Bandung. Rasakan atmosfer klasik yang masih terasa di setiap sudutnya. De Vries bukan sekadar bangunan, ia adalah monumen hidup yang terus merekam jejak langkah Bandung menuju kota metropolitan yang dinamis. 

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)